Konten dari Pengguna

Hukum Golput dalam Islam Menurut Para Ulama

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
5 Januari 2024 8:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu.  Foto: Dok Kemenkeu
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu. Foto: Dok Kemenkeu
ADVERTISEMENT
Hukum golput dalam Islam dipaparkan dalam pembahasan maqashid syariah. Para ulama membedakanya menjadi lima status hukum, yakni haram, sunnah, mubah, makruh, dan wajib.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, memilih calon presiden dan wakil presiden serta calon legislatif adalah bagian dari demokrasi. Sejak zaman Nabi, praktik demokrasi ini sudah dijalankan secara substansial dan sederhana.
Apabila terdapat perkara yang belum diatur dalam Alquran, Nabi SAW biasanya mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Ini adalah bukti nyata dari penerapan representative democracy dalam Islam.
Untuk itu, hukum golput pun sudah dipaparkan dengan sangat detail dalam ilmu fiqih. Seperti apa? Simak selengkapnya dalam artikel berikut ini.

Hukum Golput dalam Islam

Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Mengutip buku Seperti Membuka Kotak Pandora Partai, Pemilu, dan Parlemen Kita susunan Moch Nurhasim, sebenarnya golput adalah hak bagi orang-orang yang tidak ingin menggunakan suara politiknya karena menganggap rezim telah gagal memberikan calon-calon alternatif. Orang yang golput biasanya menganggap partai politik sebagai rezim yang otoriter.
ADVERTISEMENT
Dalam hukum Indonesia, gerakan golput tidak dikenakan sanksi pidana apapun. Sementara hukum Islam membaginya ke dalam lima status hukum, yakni sebagai berikut:

1. Haram

Golput dihukumi haram jika tindakannya dimaksudkan untuk mengacaukan Pemilu yang akan dilaksanakan. Terlebih, jika pelaku turut menghasut, memengaruhi, dan memerintahkan orang lain untuk tidak menggunakan hak pilihnya.

2. Makruh

Hukumnya menjadi makruh apabila perilaku golput didasarkan pada sikap acuh tak acuh. Pelakunya tidak peduli dengan adanya pesta demokrasi yang dijalankan di Indonesia.
Tindakan ini tidak diperkenankan karena anjuran memilih pemimpin dijelaskan dalam Alquran. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan jadikanlah di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka bersabar.”

3. Mubah

Mubah berarti boleh-boleh saja untuk golput. Syaratnya, orang tersebut masih awam soal visi misi yang dimiliki Calon Legislatif atau Calon Presiden dan Wakil Presiden. Hukum ini didasarkan pada hadits Nabi yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
“Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu, kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.”
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

4. Sunnah

Hukum sunnah berlaku apabila semua partai dan calon pemimpin dicurigai memiliki tujuan untuk menyebarkan kezaliman. Terlebih jika mereka terbukti telah membuat kerusakan di muka bumi serta mendukung kemaksiatan, membuka izin pabrik narkotika, minuman keras, dll.

5. Wajib

Golput menjadi pilihan yang wajib dilakukan apabila caleg dan capres terang-terangan memiliki visi misi yang mengarah pada kezaliman. Misalnya berencana menciptakan peperangan tanpa alasan yang jelas, mengganti ideologi Pancasila, memberantas agama tertentu, dan lainnya.
Mengutip Problematika Isu-isu Hukum Islam Kontemperor di Indonesia susunan Dr. Muhammad Sabir, dkk., Islam melarang umatnya untuk memilih pemimpin yang bisa membawa kehancuran negara. Jika semua calon pemimpin mengarah pada perbuatan tersebut, golput adalah pilihan yang baik.
ADVERTISEMENT
(MSD)