Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Hukum Khitan Bagi Anak Perempuan Menurut Pandangan Majelis Ulama Indonesia
5 April 2021 15:24 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tradisi khitan telah dikenal oleh bangsa Yahudi, Arab, dan masyarakat lainnya sebelum Islam hadir. Sejatinya dalam kaidah Islam, melukai anggota tubuh seperti khitan diperbolehkan apabila ada maslahat yang diperoleh dari tindakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, pemotongan kulup bagi laki-laki merupakan upaya untuk membersihkan diri dari berbagai kotoran. Secara medis, khitan bagi anak laki-laki memiliki sejumlah manfaat, di antaranya adalah membuat kesehatan penis lebih terjaga dan mengurangi risiko kanker penis.
Anjuran khitan ini disandarkan pada hadits Rasulullah SAW: "Ada lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan, mencukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak." (H.R Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Berbeda dengan laki-laki, hukum sunat bagi anak perempuan hingga kini masih menjadi perdebatan. Bagaimana Majelis Ulama Indonesia menanggapi hal ini?
Pandangan Ulama Mengenai Khitan Perempuan
Mengutip buku Fiqh Perempuan karya K.H Husein Muhammad (2019), para ulama mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat khitan bagi laki-laki adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang dekat kepada wajib), sedangkan bagi perempuan merupakan suatu kemuliaan.
ADVERTISEMENT
Apabila dilaksanakan oleh perempuan, khitan disunnahkan tidak berlebihan sehingga tidak memotong bibir vagina. Dengan memerhatikan perkara ini, perempuan tetap dapat merasakan kenikmatan jima’.
Sementara itu menurut Imam Syafi'i khitan adalah wajib bagi lelaki dan perempuan. Sedangkan Imam Ahmad mengatakan khitan wajib bagi lelaki dan suatu kemuliaan bagi perempuan yang biasanya dilakukan di daerah-daerah yang panas.
Dasar hukum yang dijadikan rujukan khitan bagi perempuan adalah hadits Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Khitan adalah sunnah bagi lelaki dan sesuatu yang mulia bagi perempuan."
Dalam hadits lain, Rasulullah memberikan aturan mengenai sunat perempuan, yakni tidak melakukannya secara berlebihan. Dari Ummu ‘Athiyyah r.a diceritakan bahwa di Madinah ada seorang perempuan tukang khitan, lalu Rasulullah SAW bersabda: “Jangan berlebihan, sebab yang demikian itu paling membahagiakan perempuan dan paling disukai lelaki (suaminya)”.(HR. Abu Daud dari Ummu ‘Atiyyah r.a.).
ADVERTISEMENT
Inilah sebagian hadits yang menjadi rujukan MUI dalam menetapkan hukum khitan bagi perempuan. MUI juga menukil pendapat dari DR. Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab alFiqh al-Islami wa Adillatuhu tentang definisi khitan perempuan yang tepat.
“Khitan pada perempuan ialah memotong sedikit mungkin dari kulit yang terletak pada bagian atas farj. Dianjurkan agar tidak berlebihan, artinya tidak boleh memotong jengger yang terletak pada bagian paling atas dari farj, demi tercapainya kesempurnaan kenikmatan waktu bersenggama”.
MUI Tidak Melarang Khitan Perempuan
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI ) tertanggal 7 Mei 2008 tentang Hukum Pelarangan Khitan terhadap Perempuan, diputuskan bahwa khitan bagi laki-laki dan perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Secara khusus, khitan terhadap anak perempuan adalah makrumah (kemuliaan) dan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian pelaksanaannya harus sesuai syariat karena apabila terdapat penyimpangan, hal ini dapat membahayakan. Oleh sebab itu MUI menetapkan batasan khitan anak perempuan yaitu:
Aturan ini sejalan dengan prosedur sunat perempuan yang tertuang dalam Permenkes nomor 1636 tahun 2010. Dalam peraturan tersebut, sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa melukai klitoris.
Tindakan ini hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan diutamakan yang berjenis kelamin perempuan. Disebutkan pula bahwa sunat perempuan tidak dapat dilakukan pada perempuan yang sedang menderita infeksi genitalia eksterna dan/atau infeksi umum.
ADVERTISEMENT
(ERA)