Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Hukum Kredit Barang dalam Islam Menurut Pandangan Jumhur Ulama
17 Februari 2022 9:29 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Allah Swt telah melarang umat Muslim untuk terlibat dalam transaksi yang mengandung maysir, gharar, dan riba. Ketiganya tergolong haram dan dosanya sangat besar. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya satu dirham yang didapatkan seorang Iaki-laki dari hasil riba Iebih besar dosanya di sisi Allah daripada berzina 36 kali." (HR Ibnu Abi Dunya)
Meski sudah jelas dalilnya, penggolongan jenis transaksi yang termasuk maysir, gharar, dan riba masih begitu samar. Salah satu yang banyak ditanyakan hukumnya adalah transaksi kredit.
Bagaimana hukum kredit barang dalam Islam? Nah, artikel berikut akan menjelaskannya yang disertai dengan pandangan para ulama.
Hukum Kredit Barang dalam Islam
Dalam ilmu fiqih, transaksi kredit dikenal dengan istilah jual beli taqsith. Kredit merupakan transaksi yang dilakukan pada suatu barang, di mana pembayarannya dilakukan dengan cara berangsur-angsur sesuai tahapan yang disepakati kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Mengutip jurnal Hukum Jual Beli Angsuran (Kredit) Menurut Syariah karya H. Al Hafid Ibnu Qayyim, M.Th.I, hakikat membeli barang kredit sama saja seperti berutang. Utang tidak dianjurkan dalam syari’at Islam, kecuali seseorang sangat membutuhkan barang tersebut dan merasa mampu untuk melunasinya.
Atas dasar pengecualian itu, jumhur ulama menyepakati hukum kredit barang adalah mubah atau boleh. Dalil rujukannya adalah Surat Al-Baqarah ayat 282 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
Kemudian, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA disebutkan pula bahwa:
“Rasulullah Saw membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang dan beliau juga menggadaikan perisai kepadanya.” (HR. Bukhari: 2096 dan Muslim: 1603)
Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW membeli bahan makanan dengan sistem pembayaran utang. Beliau juga menggadaikan perisai yang kemudian disebut sebagai transaksi kredit.
ADVERTISEMENT
Membayar harga secara kredit diperbolehkan, asalkan tempo atau waktunya ditentukan. Kemudian, jumlah pembayaran juga harus ditentukan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Disebutkan dalam skipsi Tinjauan Hukum Islam tentang Kredit Barang-Barang Elektronik Dibayar dengan Getah Karet susunan Nazela Rifdasani (2020), kebolehan hukum kredit barang juga telah disepakati oleh Majelis Ulama Indonesia. Fatwanya adalah sebagai berikut:
“Dibolehkannya jual beli secara kredit, asalkan tidak memakai sistem bunga, namu bila karena dorongan kebutuhan yang mendesak dan harus melakukan kredit secara berbunga, maka harus didasari keyakinan penuh sesuai kondisi financial (ekonomi) mempu melunasi pada waktu yang ditentukan, agar tidak terkena utang. Hal ini sesuai prefentif untuk mencegah dari perbuatan dosa”.
(MSD)