Konten dari Pengguna

Hukum Makan Daging Buaya dalam Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
18 April 2022 17:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi olahan daging buaya. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi olahan daging buaya. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Olahan daging buaya kerap kali ditemui dalam beberapa sajian Nusantara. Biasanya, olahan ini dikonsumsi untuk tujuan kesehatan seperti mengobati penyakit kulit, menyembuhkan alergi, gatal-gatal, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Meski memiliki banyak khasiat, umat Muslim perlu berhati-hati dalam mengonsumsi daging buaya. Wajib bagi setiap Muslim untuk memahami hukum kehalalannya dalam Islam.
Jangan sampai ketidaktahuan justru menjerumuskan pada sesuatu yang haram. Hal ini sesuai dengan perintah Allah Swt yang tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 168. Allah berfirman:
"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.”
Agar lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang hukum makan daging buaya selengkapnya yang bisa Anda simak.

Hukum Makan Daging Buaya

Jumhur ulama sepakat menetapkan hukum makan daging buaya adalah haram. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara mereka dalam menentukan alasannya.
Ilustrasi buaya. Foto: pixabay
Ulama Malikiyah mengatakan bahwa keharaman daging buaya terletak pada jenisnya yang termasuk hewan buas. Mengutip buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili (2011), buaya memiliki gigi dan kuku yang tajam untuk mematikan musuh, sama seperti hewan buas lainnya.
ADVERTISEMENT
Pendapat ini diperkuat oleh beberapa golongan Imam Syafi'i. Dalam Nadzam Matan Az-Zubad, Ibnu Ruslan mengatakan,“Hewan yang memiliki kuku (cakar) dan gigi taring yang kuat, haram (dikonsumsi) seperti buaya dan hewan jakal (anjing hutan berbulu kuning).”
Kemudian, pendapat lain mengemukakan alasan keharaman buaya adalah karena ini termasuk hewan yang menjijikan dan membahayakan untuk dikonsumsi. Syekh Kamaluddin Ad-damiri dalam Hayat al-Hayawan al-Kubra mengatakan:
“Aku tidak menerima kesimpulan bahwa hewan yang menjadi kuat dengan taringnya dari hewan laut adalah haram, sebab haramnya buaya karena dianggap menjijikkan dan membahayakan, seperti halnya alasan yang diungkapkan Imam ar-Rafi’i.”
Sementara Imam Ibnu Hajar mempunyai alasan lain dalam menentukan keharaman buaya. Menurutnya, buaya haram dikonsumsi karena bisa hidup di dua alam, yakni air dan darat.
Ilustrasi buaya. Foto: pixabay
Lebih lanjut, dalam Tuhfah Al-Muhtaj, beliau mengatakan: “Termasuk dari bagian ikan laut (yang halal) adalah ikan hiu. Gigi taring yang dimiliki hiu tidak dipertimbangkan (untuk dijadikan alasan keharamannya). Ulama yang memandang keharaman buaya dari aspek tersebut, sungguh ia telah teledor, sebab alasan yang benar tentang keharaman hewan tersebut adalah kemampuannya untuk hidup di daratan”
ADVERTISEMENT
Terlepas dari berbagai alasan yang menyertainya, dapat disimpulkan bahwa hukum makan daging buaya adalah haram. Terlebih, beberapa jenis buaya juga merupakan satwa liar yang dilindungi di Indonesia. Artinya, tidak boleh ada aksi perburuan atau pembunuhan terhadap beberapa jenis buaya tersebut.
(MSD)