Konten dari Pengguna

Hukum Meluruskan Rambut dalam Islam, Apakah Boleh?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
21 November 2023 10:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi meluruskan rambut. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi meluruskan rambut. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Hukum meluruskan rambut dalam Islam perlu diketahui oleh umat Muslim, terutama bagi mereka yang berniat untuk melakukan smoothing atau rebonding. Sebab, ada beberapa pendapat berbeda di kalangan ulama mengenai hukum meluruskan rambut.
ADVERTISEMENT
Mengutip laman Cambridge Dictionary, smoothing dan rebonding adalah metode meluruskan rambut melalui proses kimiawi dengan mengubah struktur protein dalam rambut. Proses ini menghasilkan perubahan pada rambut yang terkena bahan kimia menjadi lebih lurus.
Namun, metode pelurusan rambut biasanya hanya bertahan selama 6-18 bulan tergantung pada kualitas bahan yang digunakan, yang artinya tidak permanen seumur hidup. Sebab, rambut baru yang tumbuh dari akar akan tetap menghasilkan bentuk rambut yang asli.
Lantas, bagaimana hukum meluruskan rambut dalam Islam? Berikut ini adalah penjelasannya.

Hukum Meluruskan Rambut dalam Islam

Ilustrasi meluruskan rambut. Foto: Unsplash
Menurut Nahdlatul Ulama, hukum meluruskan rambut dalam Islam memiliki beberapa pandangan yang berbeda di kalangan ulama.
Bagi sebagian ulama, metode meluruskan rambut dengan rebonding atau smoothing hukumnya haram karena termasuk dalam proses mengubah ciptaan Allah SWT (taghyir khalqillah). Hal ini didasarkan dari riwayat hadis berikut:
ADVERTISEMENT
لَعَنَ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ مُبْتَغِيَاتٍ لِلْحُسْنِ مُغَيِّرَاتٍ خَلْقَ اللَّهِ
Artinya: "Rasulullah SAW melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang meminta dicabutkan bulu alisnya untuk mempercantik dirinya, serta orang yang mengubah ciptaan Allah." (HR. At-Tirmidzi)
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari menjelaskan sebagai berikut:
قَالَ الطَّبَرِي لَا يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ تَغْيِيْرُ شَيْءٍ مِنْ خِلْقَتِهَا الَّتِي خَلَقَهَا اللهُ عَلَيْهَا بِزِيَادَةٍ أَوْ نَقْصٍ اِلْتِمَاسَ الْحَسَنِ لَا لِلزَّوْجِ وَلَا لِغَيْرِهِ كَمَنْ يَكُوْنُ شَعْرُهَا قَصِيْرًا أَوْ حَقِيْرًا فَتُطَوِّلُهُ أَوْ تُغَزِّرُهُ بِشَعْرِ غَيْرِهَا فَكُلُّ ذَلِكَ دَاخِلٌ فِي النَّهْيِ وَهُوَ مِنْ تَغْيِيْرِ خَلْقِ اللهِ
Artinya: "Berkata Imam At-Thabari: 'Tidak diperbolehkan bagi wanita mengubah sedikit pun dari yang bentuk aslinya yang telah Allah ciptakan kepadanya, baik dengan menambah ataupun mengurangi, dengan tujuan untuk menginginkan keindahan (kecantikan pada dirinya), baik pada suami atau yang lainnya, seperti orang yang rambutnya pendek atau sedikit kemudian memanjangkannya atau melebatkannya dengan rambut orang lain.
ADVERTISEMENT
Semua itu masuk dalam kategori larangan, yaitu bagian dari merubah ciptaan Allah.'" (Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, juz X, hlm. 377)
Sementara itu, sebagian ulama berpendapat bahwa larangan itu hanya ditujukan untuk perubahan yang sifatnya permanen. Jika tidak permanen, maka hukumnya mubah atau diperbolehkan.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Qurthubi dalam kitab Al-Jami' li Ahkamil Qur'an sebagai berikut:
قِيْلَ هَذَا الْمَنْهِي عَنْهُ إِنَّمَا هُوَ فِيْمَا يَكُوْنُ بَاقِيًا لِأَنَّهُ مِنْ بَابِ تَغْيِيْرِ خَلْقِ اللهِ، فَأَمَّا مَا لَا يَكُوْنُ بَاقِيَا فَقَدْ أَجَازَ الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ مَالِكٌ وَغَيْرُهُ. وَكَرَهَهُ مَالِكٌ لِلرِّجَالِ
Artinya: "Dikatakan, bahwa larangan (mengubah ciptaan Allah) itu hanya apabila perubahannya permanen, karena hal inilah yang masuk dalam kategori merubah ciptaan Allah.
ADVERTISEMENT
Sementara jika perubahannya tidak permanen, maka sebagian ulama ada yang membolehkannya, yaitu kalangan Mazhab Maliki dan yang lain, serta sebagian ulama kalangan Mazhab Maliki menghukumi makruh bagi laki-laki." (Imam al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, juz V, hlm. 393)
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), hukum meluruskan rambut sangat terkait dengan konteksnya. Apabila tujuan dan dampaknya negatif, maka hukumnya haram. Sebaliknya, jika tujuan dan dampaknya positif, maka hukumnya diperbolehkan.
Sebagai contoh, jika tujuan meluruskan rambut adalah agar rambut mudah dirawat, dibersihkan, atau lebih mudah dalam pemakaian hijab, maka rebonding diperbolehkan. Hal ini selama tidak menyebabkan bahaya, baik secara fisik, psikis, maupun sosial.
Namun, jika tujuan meluruskan rambut adalah agar tampil cantik di hadapan lawan jenis atau bersifat kemaksiatan, maka hukumnya adalah haram.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa penjelasan di atas, Nahdlatul Ulama menyimpulkan bahwa hukum meluruskan rambut dalam Islam adalah diperbolehkan jika mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa larangan mengubah ciptaan Allah hanya ditujukan pada perubahan yang sifatnya permanen.
(SFR)