Hukum Membunuh Tikus dalam Islam Berdasarkan Hadits dari Sabda Rasulullah SAW

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
22 Oktober 2021 8:30 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Hukum. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Hukum. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menghargai semua mahluk hidup. Meski begitu, Islam juga memperbolehkan untuk membunuh sebagian makhluk hidup (hewan).
ADVERTISEMENT
Beberapa hewan yang memang harus dibunuh itu adalah jenis al-fawasiq al-khams (lima kelompok hewan yang dipandang berbuat keji). Mereka dianjurkan untuk dibunuh karena telah berbuat buruk dan keji, serta dapat mengganggu hingga membahayakan manusia. Ketentuan ini berdasarkan hadits berikut:
"Imam Malik mengabari kami, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Ada lima jenis binatang yang seorang muhrim (orang yang sedang berihram) tidak berdosa membunuhnya: Burung gagak, burung had'ah, kalajengking, tikus, dan anjing liar.’"
Lantas, bagaimana hukum membunuh tikus dalam Islam? Ketahui jawabannya dalam uraian artikel di bawah ini.

Dalil Hadits Hukum Membunuh Tikus

Illustrasi Hukum. Foto: Pixabay
Dijelaskan oleh Imam Asy-Syafi’i dalam buku Kitab Induk Fiqih Islam bahwa, hukum membunuh tikus adalah sunnah. Landasan pemberian hukum ini didasari oleh dalil hadits yang telah di sebutkan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Imam Syafi'i berkata, "Dengan dalil itulah kami mengambil pendapat. Menurut kami, dalil ini menjadi jawaban atas masalah ini. Semua binatang liar yang tidak mubah dagingnya dalam kondisi ihlal (kondisi seseorang tidak sedang berihram), atau binatang yang berbahaya, orang muhrim boleh membunuhnya. Karena, Rasulullah SAW memerintahkan orang muhrim untuk membunuh tikus, gagak, dan had'ah yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya.
Meski boleh dibunuh, namun tetap harus dilakukan dengan cara yang tidak menyiksa namun mempercepat kematiannya. Sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut:
عَنْ رَسُوْلِ اللهِﷺ قَالَ: إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ(رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya: “Dari Rasulullah SAW, ia bersabda, ‘Sungguh Allah mewajibkan berbuat ihsan (berbuat baik) kepada apa pun. Maka jika kalian membunuh, maka lakukan dengan cara yang baik. Bila kalian menyembelih binatang, maka lakukan dengan cara yang baik. Hendaknya seorang dari kalian menajamkan alat sembelihnya sehingga bisa meringankan sembelihannya.’” (HR Muslim).
ADVERTISEMENT
Syekh Ali bin Shulthan Muhammad al-Qari menjelaskan maksud dari hadits di atas melalui kitabnya yang berjudul Muraqatul Mafatih Syarhu Misykatil Mashabih, beliau berkata:
Maksud dari hadits agar berbuat baik tersebut adalah bersifat umum, mencakup manusia dan hewan, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Hadits ini memberikan isyarat bahwa Nabi SAW adalah pembawa rahmah bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak dan bagi umatnya ada bagian dari sifat ini, yaitu mengikuti beliau dalam berbuat ihsan. Yaitu memilih cara yang paling mudah dan paling sedikit atau paling ringan menimbulkan rasa sakit.
(NDA)