Konten dari Pengguna

Hukum Menghadiri Pernikahan dalam Islam Menurut Jumhur Ulama

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
10 Agustus 2022 16:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hukum menghadiri pernikahan. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukum menghadiri pernikahan. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Setelah akad nikah selesai dilaksanakan, disunnahkan bagi sepasang mempelai untuk menyelenggarakan acara walimah atau resepsi pernikahan. Jumhur ulama mengatakan, hukum menggelar resepsi adalah sunnah muakkad, artinya tidak wajib tapi sangat dianjurkan.
ADVERTISEMENT
Ketentuan tersebut didasarkan pada hadist Rasulullah yang artinya: “Rasulullah SAW mengadakan walimah untuk Safiyah dengan hidangan kurma, minyak, dan aqt.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain disebutkan, dari Buraidah r.a berkata bahwa ketika Ali bin Abi Thalib melamar Fatimah r.a, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap pernikahan itu harus ada walimahnya.” (HR. Ahmad)
Selain bertujuan untuk mengumumkan pernikahan, resepsi juga dimaksudkan untuk memohon doa dari para tamu yang hadir. Harapannya, semakin banyak tamu yang menghadiri acara resepsi, semakin banyak pula doa yang dihaturkan untuk kedua mempelai.
Lantas, apakah itu berarti hukum menghadiri pernikahan dalam Islam adalah wajib? Agar lebih paham, simak penjelasannya berikut ini.

Hukum Menghadiri Pernikahan

Ilustrasi menghadiri pernikahan. Foto: Unsplash
Hukum menghadiri pernikahan masih termasuk ke dalam persoalan khilafiyah. Para ulama memiliki pendapat yang berbeda mengenai hal ini. Sebagian berpendapat, hukumnya adalah wajib atau fardhu ‘ain, sebagian mengatakan fardhu kifayah, dan sebagian lagi mengatakan sunnah.
ADVERTISEMENT

1. Wajib

Mengutip Ensiklopedi Fikih Indonesia Pernikahan oleh Ahmad Sarwat, Lc., ulama mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah sepakat bahwa menghadiri undangan pernikahan hukumnya fardhu ‘ain. Pendapat ini didasarkan dari hadits berikut:
Apabila salah seorang kalian diundang dalam suatu walimah, datangilah (baik undangan resepsi pernikahan atau lainnya). Barangsiapa tak memenuhi undangan itu maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
Namun, kewajiban ini juga dilihat dari jenis undangannya. Jika undangannya bersifat umum dan tidak menyebut nama tertentu, tidak ada kewajiban menghadirinya.
Sebaliknya, apabila undangannya ditujukan secara pribadi, baik melalui tulisan atau kata-kata, baru ada kewajiban untuk menghadirinya. Inilah pendapat yang paling masyhur di kalangan umat Muslim.
Mengutip buku Panduan Muslim Sehari-hari tulisan DR. KH. M. Hamdan Rasyid, MA dan Saiful Hadi El-Sutha, ada beberapa alasan yang dibolehkan untuk tidak menghadiri pernikahan. Misalnya, karena sibuk atau harus menempuh perjalanan jauh sehingga sulit untuk datang tepat waktu.
ADVERTISEMENT
Hal itu berdasar pada riwayat dari Atha bahwa Ibnu Abbas pernah diundang ke acara walimah, sementara ia sendiri sedang sibuk membereskan urusan pengairan. Maka Ibnu Abbas pun berkata pada orang-orang:
Datangilah undangan saudara kalian, sampaikanlah salamku kepadanya, dan kabarkanlah bahwa aku sedang sibuk.” (HR. Abdurrazzaq)
Ilustrasi menghadiri pernikahan. Foto: Unsplash

2. Sunnah

Pendapat kedua datang dari beberapa ulama mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah, yang memiliki pandangan bahwa hukum menghadiri pernikahan adalah sunnah. Ada pula salah satu pendapat mazhab Hanabilah yang mendukung pandangan ini.
Mereka berpendapat bahwa menghadiri walimah berarti memakan makanan dan harta milik orang lain. Dalam Islam, seseorang tidak diwajibkan untuk mengambil harta orang lain yang tidak dia inginkan. Oleh sebab itu, hukum menghadiri pernikahan adalah sunnah, bukan sebuah kewajiban.
ADVERTISEMENT
Menghadiri walimah pun diibaratkan seperti orang menerima pemberian harta. Ia diberi kebebasan untuk menerima atau menolak pemberian harta tersebut. Jika diterima, hukumnya hanya sebatas sunnah.

3. Fardu Kifayah

Sebagian ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa hukum menghadiri pernikahan adalah fardhu kifayah. Artinya, jika sudah ada yang menghadiri pernikahan tersebut, gugurlah kewajiban itu bagi tamu undangan lainnya.
(ADS)