Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Hukum Meninggalkan Orangtua Demi Suami dalam Islam, Apakah Boleh?
26 Oktober 2022 11:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tradisi setelah menikah bagi tiap orang berbeda-beda. Sebagian besar memutuskan untuk tinggal bersama dengan suami atau istrinya dan meninggalkan rumah orangtua mereka.
ADVERTISEMENT
Namun sebagian yang lain cenderung bebas menentukan tempat tinggalnya (utrolocal). Dijelaskan dalam buku Hukum dan Kearifan Lokal karya Prof. Dr. Ade Saptomo, S.H., mereka biasa tinggal di rumah mertua, rumah sendiri, menumpang dengan saudara, dan lain-lain.
Dalam ajaran Islam, seorang istri dianjurkan untuk ikut dengan suaminya setelah menikah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Surat At-Thalaq ayat 6 yang artinya:
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.”
Saat ikut dengan suami, perempuan akan meninggalkan rumah orangtuanya. Bagaimana hukum meninggalkan orangtua demi suami dalam Islam? Simak artikel berikut untuk mengetahui penjelasannya.
Hukum Meninggalkan Orangtua Demi Suami
Pada dasarnya, seorang istri diwajibkan untuk taat kepada suaminya. Sehingga, setelah menikah ia dianjurkan untuk tinggal satu rumah dengan suami.
Ketentuan ini berlaku jika suami tersebut taat kepada Allah SWT dan tidak melanggar syara’. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad)
ADVERTISEMENT
Berkaca pada hadits tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hukum meninggalkan orangtua demi suami adalah boleh selama dilakukan dengan ketentuan syar’i. Namun, ia tetap harus mengunjungi orangtuanya untuk menjaga silaturahmi.
Kata “meninggalkan” di sini tidak boleh dimaknai sebagai ungkapan untuk memutus hubungan kekeluargaan. Sebab dalam Islam, tindakan tersebut tidak diperbolehkan dan termasuk dalam kategori dosa besar.
Pendapat tersebut bertentangan dengan pandangan beberapa ulama. Sejumlah fatwa mengatakan jika harus memilih antara orangtua atau suami, seorang perempuan harus memilih orangtuanya.
Namun, jika seorang suami menilai bahwa pertemuan antara istri dan orangtuanya dapat merugikan, ia dibolehkan untuk melarangnya. Misalnya, seorang suami khawatir bahwa orangtua istrinya akan memengaruhi ia untuk menentangnya.
Bicara soal ketaatan, sebenarnya tidak hanya istri yang diwajibkan untuk taat kepada suami, tetapi suami juga dianjurkan untuk menunjukkan kasih sayangnya kepada istri. Hal ini sebagaimana dijelaskan secara tersirat dalam Surat Al-Ahzab ayat 37 yang artinya:
ADVERTISEMENT
“Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Pertahankanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang engkau menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak engkau takuti. Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya. Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi.”
(MSD)