Hukum Menjual Mahar dalam Islam, Apakah Boleh?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
2 November 2022 14:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hukum menjual mahar. Foto: Instagram/@idx_bali
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukum menjual mahar. Foto: Instagram/@idx_bali
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Islam mewajibkan pemberian mahar dari pihak laki-laki kepada wanita dalam pernikahan. Hal ini disyariatkan sebagai bukti bahwa Islam adalah agama yang memuliakan wanita dengan maksimal sekaligus menjadi wujud nyata keseriusan seorang pria.
ADVERTISEMENT
Kewajiban memberikan mahar kepada calon istri termaktub dalam Alquran. Allah SWT berfirman: “Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 4)
Firman Arifandi dalam buku Serial Hadits 4 Nikah Mahar menjelaskan, mahar adalah harta yang diberikan oleh suami kepada istri sebagai imbalan dan penghargaan atas kesediaannya dihalalkan untuk dinikahi.
Bentuk mahar beragam, bisa berupa seperangkat alat sholat, kitab suci Alquran, rumah, sawah, uang tunai, perhiasan emas, dan lain-lain. Semuanya disesuaikan dengan kesanggupan pihak laki-laki dan keridhoan pihak perempuan.
ADVERTISEMENT
Karena nilainya yang tidak sedikit, mahar kerap kali dijual kembali untuk memenuhi kebutuhan finansial seorang Muslim. Bagaimana Islam memandang hal tersebut? Apa hukum menjual mahar dalam Islam?

Hukum Menjual Mahar dalam Islam

Ilustrasi mahar. Foto: Pixabay
Mengutip buku 32 Hak Finansial Istri dalam Fikih Muslimah tulisan Aini Aryani, ketika mahar sudah diserahkan kepada istri dan suami telah menggaulinya (berjimak), mahar menjadi hak istri sepenuhnya.
Istri boleh menggunakan mahar tersebut sesuai keinginannya. Mereka boleh menyimpan, membelanjakan, menjual, ataupun menyedekahkan mahar kepada orang lain, termasuk suaminya.
Hukum menjual mahar juga dijelaskan oleh Syaikh Fakhruddin Al-Razi dalam kitab Mafatih Al-Ghaib. Ia menjelaskan, “Bukan hanya kebolehan makan bagi suami terhadap mahar istrinya, melainkan semua bentuk penggunaan, termasuk menjual mahar, hukumnya boleh. Selama istri ridha, maka suami boleh menggunakannya dalam bentuk apa pun.”
ADVERTISEMENT
Melalui penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa boleh bagi seorang istri menjual mahar dari istrinya. Boleh pula suami menggunakan harta mahar tersebut atas izin dan ridha istrinya.
Ilustrasi mahar. Foto: Pixabay
Sebaliknya, jika penjualan mahar terjadi bukan karena keinginan istri, melainkan atas perintah dan paksaan suami, istri boleh menolaknya. Dasarnya adalah firman Allah SWT berikut:
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah saling bergaul dengannya sebagai suami-istri. Dan para istri telah mengambil perjanjian yang kuat darimu.” (QS. An-Nisa: 21)
Bahkan, sekalipun harta penjualan mahar yang diminta suami dibelanjakan untuk menghidupi keluarga, istri boleh menolaknya. Sebab, pada dasarnya istri tidak wajib untuk menafkahi keluarga. Suamilah yang berkewajiban untuk itu. Allah berfirman:
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung pakaian mereka dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 233)
ADVERTISEMENT
(ADS)