Hukum Merayakan Hari Valentine dalam Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
14 Februari 2020 14:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi hari Valentine. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hari Valentine. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Tanggal 14 Februari setiap tahunnya, dirayakan sebagai hari Valentine oleh sejumlah orang di berbagai belahan dunia. Ini merupakan hari ketika orang-orang mengekspresikan kasih sayangnya untuk orang lain, khususnya pasangan.
ADVERTISEMENT
Hari Valentine yang memiliki akar pada tradisi masa Romawi Kuno dan hari untuk memperingati kematian pendeta penebar kasih, Santo Valentine, ini selalu mengundang perdebatan di Indonesia.
Beberapa pihak beranggapan bahwa merayakan Valentine haram hukumnya karena hari kasih sayang tersebut bukan termasuk budaya Islam. Berikut penjelasan hukum hari Valentine dalam Islam berdasarkan opini berbagai organisasi Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur kembali mengingatkan umat Islam tentang Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2017 yang mengharamkan perayaan hari Valentine setiap 14 Februari.
Terdapat tiga alasan yang melandasi larangan ini. Pertama, karena Valentine disinyalir bukan termasuk tradisi Islam, sehingga tidak perlu dirayakan. Kedua, Valentine dianggap menjurus pada pergaulan bebas seperti hubungan badan di luar nikah. Ketiga tradisi Valentine berpotensi menimbulkan keburukan.
ADVERTISEMENT
MUI Jawa Timur melandasi fatwa tersebut berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan pendapat Ulama, diantaranya Hadits Riwayat Abu Dawud:
“Dari Abdullah bin Umar berkata, bersabda RasulullahSaw: Barang siapa yang menyerupakan diri pada suatukaum, maka dia termasuk golongan mereka”.(H.R. AbuDawud, no. 4031)
Firman Allah Swt yang menjelaskan tentang pentingnya mempertegas jati diri keislaman dengan menunjukkan identitas muslim, yang dengan sendirinya menolak menyerupai identitas agama selain Islam.
“Katakanlah (Muhammad), "Wahai ahli Kitab! marilah(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidakmenyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikansatu sama lain tuhan-tuhan selain Allah". Jika merekaberpaling maka katakanlah (kepada mereka) "Saksikanlah,bahwa kami adalah orang-orang muslim"(Q.S. Ali Imran[3]: 64)
ADVERTISEMENT

Pertimbangan Nahdlatul Ulama

Dalam artikel karya Ahmad Naufa Khoirul Faizun yang dimuat pada situs NUonline, beliau menekankan pada perayaan Valentine yang Islami.
Intinya, Hari Valentine dianggap sebagai ‘bungkus’ atau label yang substansinya harus diisi dengan cara merayakan yang tidak bertentangan dengan agama. Ini karena ajaran kasih sayang dalam Islam adalah ajaran yang tidak berlaku surut. Umat Islam selalu dituntut untuk saling mengasihi dan menolong sesama.
Cara yang dapat dilakukan adalah Valentine yang memang dari budaya barat difilter menjadi budaya yang secara substansi tak bertentangan dengan ajaran Islam. Ini telah dicontohkan oleh para Walisongo yang menunjukkan tradisi dan budaya non-Islam berhasil diislamisasi secara substansi. Seperti wayang yang isinya mendekatkan kepada ajaran tauhid dan banyak memuat ajaran kebaikan.
ADVERTISEMENT
Tahun lalu, Muhammadiyah menyoroti persoalan hari Valentine. Serupa dengan MUI Jawa Timur, kegiatan ini dianggap tidak pantas dirayakan dan ditiru karena bukan budaya yang datang dari agama islam. Menyikapi ini, Muhammadiyah menyarankan agar organisasi-organisasi remaja harus kreatif dan dituntut untuk mencari kegiatan-kegiatan positif sebagai tandingan budaya Valentine. (ERA)