Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Hukum Onani Saat Puasa Menurut Para Ulama
14 April 2021 15:16 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Saat puasa, umat Muslim diwajibkan untuk mengendalikan syahwat, termasuk dorongan seksual. Namun terkadang seseorang membiarkan nafsu menguasainya hingga melakukan onani.
ADVERTISEMENT
Dalam buku-buku fiqih, onani yang juga disebut istimna’ adalah mengeluarkan mani dengan menggunakan tangan, baik tangannya atau tangan istrinya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) onani adalah pengeluaran sperma tanpa melakukan sanggama.
Intinya onani merujuk pada aktivitas untuk memperoleh kepuasan seksual tanpa berhubungan kelamin. Sebagaimana diketahui, jima’ di siang hari saat Ramadhan dapat membatalkan puasa.
Lantas bagaimana dengan onani? Untuk memperoleh pemahaman mendalam, simak penjelasannya berikut ini:
Hukum Onani Saat Puasa
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum onani secara umum. Mengutip buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan yang diterbitkan Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah (2015), para ulama mazhab Maliki, Syafi'i dan Zaidiyah berpendapat bahwa onani hukumnya haram.
Argumentasi ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al Mukminun ayat 5-7 yang isinya Allah memerintahkan umat-Nya untuk menjaga kemaluan dalam segala kondisi, kecuali terhadap istri dan budak perempuannya.
ADVERTISEMENT
Jika seseorang melanggarnya, maka ia termasuk dalam golongan yang melampaui batas. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi dan Hambali, onani diharamkan kecuali jika dilakukan karena takut terjerumus pada zina. Onani tetap tidak diperbolehkan apabila hanya untuk bersenang-senang.
Dilema kembali timbul ketika masalah onani ini dikaitkan dengan ibadah puasa. Apakah aktivitas ini dapat membatalkan puasa seseorang?
Mengutip buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan tulisan Abu Maryam Kautsar Amru (2018), apabila seseorang memaksa keluar mani dengan cara apapun, baik dengan tangan, menggosok-gosok ke tanah atau dengan cara lainnya, maka puasanya batal. Ini merupakan pendapat ulama mazhab, yakni Imam Malik, Syafi'i, Abu Hanifah, dan Ahmad.
Sementara itu Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin mengatakan onani membatalkan puasa karena dua alasan. Pertama, beliau menyandarkannya pada hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: “Orang yang berpuasa itu meninggalkan makan, minum, dan syahwat karena-Ku” (HR. Ahmad, 2:393 sanad sahih).
ADVERTISEMENT
Menurut beliau onani merupakan bentuk syahwat sehingga harus ditinggalkan saat berpuasa. Yang kedua, beliau menggunakan dalil qiyas atau analogi.
Muntah yang disengaja dan bekam dapat membatalkan puasa karena dua hal tersebut dapat melemahkan badan. Efek yang sama juga dapat dialami oleh orang yang mengeluarkan air mani karena onani.
Apa implikasi batalnya puasa karena onani? Jika seorang Muslim melakukan jima’ di siang hari pada bulan Ramadhan, maka ia dikenai kaffarat atau denda. Namun tidak demikian dengan orang yang puasanya batal karena onani. Melansir islam.nu.or.id, Imam An Nawawi mengatakan:
“Bila seseorang merusak puasanya dengan selain jimak (hubungan seksual), yaitu makan, minum, onani, dan kontak fisik yang menyebabkan ejakulasi, maka tidak ada kaffarah karena nash hanya berbicara soal jimak. Sedangkan aktivitas selain jimak tidak termasuk dalam kategori jimak. Ini pandangan shahih dan terkenal mazhab Syafi’i,” (Imam An-Nawawi, 2005 M/1425-1426 H: II/261).
ADVERTISEMENT
(ERA)