Konten dari Pengguna

Hukum Puasa Bagi Ibu Hamil Menurut Empat Mazhab

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
25 Maret 2021 10:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi ibu hamil Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi ibu hamil Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Puasa di bulan Ramadhan sejatinya merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh para mukalaf. Namun Allah Yang Maha Pemurah memberikan keringanan bagi orang-orang yang berhalangan untuk menunaikannya, salah satunya ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Wanita hamil yang khawatir kesehatan fisiknya dan sang bayi terganggu jika berpuasa dapat meninggalkannya, terutama di trimester pertama yang merupakan usia rentan. Rasulullah SAW bersabda:
"Sungguh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh sholat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui.” (H.R. al-Khamsah).
Tidak ada pertentangan pendapat dari para ulama mazhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali mengenai perkara ini. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai cara menggantinya. Berikut ini adalah penjelasannya:

Ibu Hamil Hanya Perlu Mengqadha Tanpa Fidyah

Ilustrasi ibu hamil dan suami beragama Islam. Foto: Shutterstock
Para ulama dari mazhab Hanafi berpendapat kondisi ibu hamil dan menyusui itu serupa dengan orang yang sedang sakit. Implikasinya perempuan yang mengandung hanya perlu mengqadha tanpa membayar fidyah. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 184 yang artinya:
ADVERTISEMENT
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”

Wanita Hamil Wajid Qadha dan Membayar Fidyah

Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mazhab Syafi’i membedakan hukumnya berdasarkan alasan mengapa ibu hamil dan ibu menyusui tidak berpuasa.
Imam An Nawawi mengatakan apabila penyebabnya adalah adanya rasa khawatir kepada dirinya (si wanita) saja, maka kewajibannya hanya qadha puasa.
Jika bumil dan busu tidak berpuasa karena khawatir dengan kondisi diri dan bayinya sekaligus, maka kewajibannya juga qadha puasa saja. Namun jika mereka mengkhawatirkan bayinya saja, maka kewajibannya adalah qadha puasa dan membayar fidyah.
com-Ilustrasi ibu hamil sedang berkonsultasi dengan dokter Foto: Shutterstock
Pendapat mazhab Hanbali serupa dengan mazhab Syafi’i. Imam Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni menulis:
ADVERTISEMENT
“Bagi wanita hamil ketika mengkhawatirkan kondisi janinnya, mengkhawatirkan kondisi bayinya, jika tidak berpuasa, wajib mengqadha dan membayar fidyah untuk orang miskin dari setiap hari yang ditinggalkan. Secara umum wanita hamil dan menyusui kalau keduanya mengkhawatirkan kondisi diri mereka, maka bagi keduanya boleh tidak puasa, dan cukup bagi keduanya mengqadhanya saja. Hal ini tidak ada perbedaan di antara para ulama sebab mereka dianggap seperti orang sakit. Namun jika khawatir terhadap anaknya saja maka bagi mereka wajib qadha dan membayar fidyah 1 mud setiap harinya kepada orang miskin.”

Wanita Hamil Cukup Qadha Puasa, Ibu Menyusui Harus Qadha dan Membayar Fidyah

Ilustrasi kehamilan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Mazhab Maliki membedakan hukum puasa bagi ibu menyusui dan wanita hamil. Wanita hamil cukup mengqadha puasa saja, sedangkan wanita yang menyusui harus mengqadha dan membayar fidyah.
ADVERTISEMENT
Dalam kitab Al Mudawanah dijelaskan penyebab dibedakannya kewajiban membayar fidyah ini. Alasannya yaitu wanita yang hamil dianggap sebagai orang yang sakit, sedangkan ibu menyusui sebenarnya tidak lemah atau tidak sakit, kondisi bayi-lah yang mengharuskan ibunya untuk berbuka.
(ERA)