Konten dari Pengguna

Hukum Tukar Uang Saat Lebaran, Boleh atau Tidak?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
9 Mei 2021 11:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penjual jasa penukaran uang baru menunggu konsumen di Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
zoom-in-whitePerbesar
Penjual jasa penukaran uang baru menunggu konsumen di Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
ADVERTISEMENT
Menjelang Idul Fitri, penyedia jasa penukaran uang bermunculan. Mereka biasanya mangkal di pinggir jalan untuk memudahkan masyarakat agar tidak perlu antre di bank. Penukaran uang selalu laris, sebab umat Muslim di Indonesia memiliki tradisi bagi-bagi angpao saat lebaran.
ADVERTISEMENT
Saat melakukan transaksi, si penyedia jasa biasanya akan menetapkan selisih nilai yang harus dibayar. Misalnya mematok harga Rp110.000 untuk tukar senilai Rp100.000, dan lain sebagainya. Inilah yang menyebabkan perkara tukar uang banyak diperdebatkan hukumnya, apakah boleh dilakukan atau tidak.
Bagaimana hukum Islam memandang hal ini? Simak penjelasannya berikut ini:

Hukum Tukar Uang Untuk Angpao Lebaran dalam Pandangan Islam

Penjual jasa penukaran uang baru melayani konsumen di Jalan Alun-alun simpang tujuh, Kudus, Jawa Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Hari raya Idul Fitri identik dengan pemberian angpao sebagai upaya untuk berbagai rezeki di hari kemenangan. Maka tidak heran jika permintaan masyarakat untuk menukarkan uang menjadi pecahan yang lebih kecil dan baru sangat tinggi menjelang lebaran.
Praktik penukaran uang dikategorikan sebagai jual beli uang atau dalam Islam dikenal dengan istilah as-sarf. Mengutip buku Riba di Sakumu oleh Ammi Nur Baits, dalam Islam tukar menukar barang yang sejenis nilainya harus sama dan dibayar secara tunai.
ADVERTISEMENT
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW bersabda,
"Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya'ir (gandum kasar) ditukar dengan sya'ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, takaran atau timbangan harus sama dan dibayar tunai. Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa." (HR. Ahmad 11466 dan Muslim 4148).
Dengan demikian, tukar menukar uang lebaran dengan menetapkan nilai selisih termasuk transaksi riba sehingga haram dilakukan. Menurut fatwa Dewan Syari'ah Nasional Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002, transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh, namun harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Penjual jasa penukaran uang baru melayani konsumen di Kota Madiun, Jawa Timur. Foto: ANTARA FOTO/Siswowidodo
Perspektif lain ditawarkan oleh Muflihatul Bariroh dalam jurnal Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri (2016). Menurutnya untuk menghindari transaksi yang terlarang, maka akad yang bisa digunakan dalam transaksi penukaran uang adalah akad ijarah.
ADVERTISEMENT
Ijarah merupakan transaksi yang memperjualbelikan manfaat, baik manfaat dari suatu benda maupun jasa. Dengan demikian tarif yang dibayarkan pada penukaran uang di pinggir jalan adalah jasanya, bukan pada barangnya, yaitu uang.
Pembayaran tarif jasa disebutkan dalam Alquran surat At-Thalaq ayat 6 yang artinya, “Bila mereka telah menyusui anakmu, maka berikan upah kepada mereka,”.
Upah dalam ayat tersebut dikaitkan dengan aktivitas menyusui, bukan pada asinya. Penukaran uang juga telah memenuhi rukun ijarah, yaitu:
ADVERTISEMENT
Demikianlah pemaparan mengenai hukum tukar uang menjelang lebaran. Hendaknya umat Muslim lebih berhati-hati dan memperhatikan syarat tukar menukar agar tidak terjerumus ke dalam riba.
(ERA)