Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ittiba: Pengertian, Jenis-jenis, dan Hukumnya dalam Islam
5 Maret 2022 16:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Secara bahasa, ittiba artinya mengikuti. Maksudnya, ittiba adalah mengikuti pendapat seorang ulama , fakih, atau mujtahid dengan mengetahui dalil suatu perkara dan tidak terikat pada salah satu mazhab dalam mengambil suatu hukum.
ADVERTISEMENT
Dalam versi lain, ittiba dapat diartikan dengan upaya mengikuti segala yang dibenarkan dan diperintahkan Rasulullah SAW serta menjauhi semua larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Sementara itu, orang yang mengikuti ittiba disebut muttabi.
Mengutip buku Fiqh dan Ushul Fiqh oleh Dr. Nurhayati dan Dr. Ali Imran Sinaga, tujuan ittiba adalah agar mukallafun dapat meraih keyakinan dan menyugesti dirinya untuk melakukan ajaran-ajaran agama tanpa keraguan. Dengan demikian, muncul rasa ikhlas saat melakukan ajaran-ajaran tersebut.
Ittiba digolongkan menjadi dua jenis. Apa saja? Selengkapnya, berikut jenis-jenis ittiba dan hukumnya dalam Islam.
Jenis-jenis Ittiba
1.Ittiba kepada Allah dan Rasul-Nya
Semua umat Muslim hendaknya menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan. Apa yang disampaikan Allah SWT melalui Rasulullah sudah sepatutnya diikuti umat Muslim yang mengharap rahmat dari-Nya. Ini dijelaskan dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
لَقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِىۡ رَسُوۡلِ اللّٰهِ اُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنۡ كَانَ يَرۡجُوا اللّٰهَ وَالۡيَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيۡرًا
Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
2. Ittiba kepada selain Allah dan Rasul-Nya
Para ulama berbeda pandang mengenai persoalan ini. Imam Ahmad dan Hanbal berpendapat bahwa hal ini tidak diperkenankan. Menurut mereka, ittiba itu hanya dibolehkan kepada Allah, Rasul, dan para sahabat saja, tidak boleh kepada yang lain.
Di sisi lain, ulama lainnya berpendapat bahwa ittiba kepada selain Allah dan Rasul-Nya dibolehkan karena dianggap sebagai warosatul anbiyaa (ulama adalah pewaris para Nabi).
ADVERTISEMENT
Hukum Ittiba dalam Islam
Adalah wajib bagi umat Muslim berittiba. Ittiba sudah diperintahkan oleh Allah SWT dalam Surat An-Nahl ayat 43 yang artinya, “...Tanyakan kepada ahli zikir (orang-orang pandai) jika kamu tidak mengetahui.”
Mengutip buku Ushul Fiqih tulisan Amrullah Hayatudin, maksud dari ayat di atas adalah, jika seorang Muslim tidak memahami suatu aturan yang berkaitan dengan agama, tanyakanlah kepada mereka yang pandai berdasarkan ilmu Al Qur’an dan hadits, bukan dari pendapatnya sendiri.
Surat Al-A’raf ayat 3 pun berkata demikian, “Ikuti apa yang diturunkan padamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.”
Dalam ayat tersebut, umat Muslim diperintahkan untuk mengikuti perintah Allah. Dengan kata lain, mengikuti setiap perintah Allah adalah wajib, dan tidak ada dalil yang dapat mengubahnya.
ADVERTISEMENT
Ittiba sendiri memiliki kedudukan sangat tinggi dalam Islam . Dikatakan, ittiba merupakan salah satu pintu seseorang dapat masuk Islam. Ittiba kepada Rasulullah SAW juga menjadi syarat diterimanya amal.
Namun, lain dengan mujtahid, seorang muttabi tidak memenuhi syarat-syarat tertentu untuk berittiba. Apabila tidak sanggup menjawab persoalan keagamaan dengan sendirinya, maka wajib baginya bertanya kepada mujtahid atau kepada oran yang benar-benar mengetahui Islam.
(ADS)