Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Jamaah Tabligh: Sejarah dan Perkembangannya di Indonesia
20 Januari 2021 17:35 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jamaah tabligh adalah gerakan penyebaran dakwah kepada umat Muslim dalam rangka mempraktikkan kembali agama Islam seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Jamaah tabligh tidak berafiliasi dengan politik dan berfokus kepada Alquran serta hadis.
ADVERTISEMENT
Diyakini jamaah ini erat kaitannya dengan 'salafi', di mana memiliki keutamaan nilai-nilai salaf. Hal ini misalnya bisa terlihat dari penampilan para ikhwan yang berjenggot, bercelana dan berjubah di atas mata kaki, mengenakan serban atau para akhwat yang bercadar. Meskipun begitu, oleh kaum salafi-Wahabi, jamaah tabligh tidak diakui ber-manhaj salaf, karena itu mereka dikeluarkan dari kelompok salafi.
Di Indonesia sendiri, dari segi amaliah jamaah tabligh lebih dekat dengan ajaran NU. Hal ini disebabkan ajarannya dibangun berdasarkan ushūl al-sittah (enam pilar), di mana pilar keenamnya adalah khurūj.
Khurūj menjadi ciri khas dari jamaah tabligh dan menyebabkan jamaah ini disebut kelompok jaulah (dakwah keliling). Para jamaah keluar rumah untuk pergi berdakwah, keliling dari satu kampung ke kampung, dari satu negara ke negara lain. Markasnya adalah masjid. Setiap anggota Jamaah Tabligh wajib khurūj 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, dan 4 bulan sekali sepanjang hidup.
ADVERTISEMENT
Sejarah Jamaah Tabligh di Kancah Global
Awalnya, jamaah tabligh didirikan oleh Syekh Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi (1887-1948) pada 1923 dan memiliki markas di Markas JT di Nizamuddin, New Delhi. Selang kepergiannya, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya sendiri yaitu Syekh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi (1917-1965) sebagai Amir/Hadratji kedua.
Kemudian kepemimpinan diteruskan kepada Amir/Hadratji ketiga adalah Syekh In’amul Hasan (1918-1995). Beliau membentuk syura dengan anggota 10 orang: lima dari India, empat dari Pakistan, satu dari Bangladesh.
Lambat laun konflik terjadi. Dimulai pada 23 Agustus 2015, di mana Syekh Saad, secara sepihak, dianggap mengangkat dirinya sebagai Amir/Hadratji. Sontak hal ini menimbulkan protes yang dipimpin H. Abdul Wahab dari Pakistan.
Beliau memperbarui Syura Alami dengan 11 orang dan menyatakan firaq (berpisah) dari Nizamuddin. Insiden fisik terjadi. Kelompok kontra Saad dipersekusi.
ADVERTISEMENT
Perkembangan Jamaah Tabligh di Indonesia
Perkembangan Jamaah Tabligh di Indonesia tidak lepas dari konflik global yang berkaitan dengan syura. Syura Indonesia, yang semula berjumlah 13 orang, terpecah ke dalam dua kubu, yaitu:
Meskipun begitu, penyebaran jamaah tabligh dapat diterima dengan baik di Indonesia dan merekrut banyak kalangan dari lapisan non politik. Kata politik dan pemerintahan adalah hal yang tabu dibicarakan, karena fokus dari mereka adalah dakwah, dengan penekanan pada fadhâilul a’mal.
Jamaah tabligh di Indonesia bukan merupakan organisasi radikal yang tidak punya agenda mendirikan Negara Islam atau Khilafah Islamiyah. Namun mereka juga tidak mengenal konsep nasionalisme dan cinta Tanah Air, sehingga tidak memperjelas posisinya dalam konteks relasi agama dan negara.
ADVERTISEMENT
Dalam arti kata, Jamaah Tabligh adalah gerakan pasif yang memilih untuk bersikap netral kepada negara yang ditempatinya. Mereka mengutamakan iman dalam diri pribadinya daripada negara yang ditinggalinya. Hal inilah yang menjadi kekurangan dari jamaah tabligh dan kedudukannya dalam suatu negara.
Seandainya Jamaah Tabligh menambahkan konsep kebangsaan, organisasi ini akan menjadi gerakan Islam yang aktif, bukan sekadar pasif, dalam menopang pilar-pilar NKRI yaitu Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
(HDP)