Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Kedudukan dan Fungsi Hadits Terhadap Alquran
7 Februari 2021 11:06 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam agama Islam, hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Alquran. Menurut Al-Ghouri dalam Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah, yang dimaksud hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir (keputusan), dan sifat.
ADVERTISEMENT
Keabsahan hadits sebagai sumber hukum Islam ini dijelaskan dalam beberapa ayat Alquran. Dalam surat Al Hasyr ayat 7, Allah berfirman:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al Hasyr: 7)".
Ayat ini menekankan bahwa umat Islam harus mengikuti hal-hal yang disampaikan Rasulullah SAW dan menjadikannya tauladan dalam kehidupan sehari-hari.
Perintah untuk menaati Rasul juga tercantum dalam surat An Nisa ayat 59 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)…”
Fungsi Hadits Terhadap Alquran
Berdasarkan surat An Nisa ayat 59, diketahui bahwa Alquran merupakan sumber hukum utama dalam agama Islam. Alquran telah sempurna, namun pemahaman manusia tidak sempurna sehingga dibutuhkan penjelas agar pesan yang terkandung di dalamnya dapat dipahami dengan sebenar-benarnya.
ADVERTISEMENT
Di sinilah peran hadits. Melansir dari jurnal Fungsi Hadits Terhadap Alquran karya Hamdani Khairul Fikri, berikut ini adalah fungsi-fungsi hadits:
Bayan taqrir artinya hadits berfungsi untuk memantapkan dan mengokohkan apa yang telah ditetapkan Alquran sehingga maknanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Contohnya adalah surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6).
Kemudian Nabi Muhammad SAW memperjelasnya. “Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima sholat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah).
Hadits tersebut maknanya sama dengan Alquran, namun lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.
ADVERTISEMENT
Bayan tafsir artinya menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat yang maknanya global, dan mengkhususkan ayat yang maknanya umum.
Terdapat kurang lebih enam puluh tujuh ayat Alquran yang berisi perintah sholat, namun tidak terdapat rincian bagaimana cara mendirikannya.
Rasulullah SAW kemudian memperagakan sholat secara rinci dan memerintahkan umat Islam untuk menirunya. “Sholatlah kalian seperti kalian melihat aku sedang sholat.”
Takhshish Al-’am artinya mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang bermakna umum. Salah satu contohya adalah dalil tentang keharaman bangkai dan darah.
Dalam Alquran, Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 3 yang berbunyi: “Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi”. Kemudian Rasulullah SAW mengecualikan darah dan bangkai tertentu. Beliau bersabda:
ADVERTISEMENT
“Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Yang dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang, sedangkan yang dimaksud dua macam darah adalah ati dan limpa” (Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan al-Bayhaqi).
Bayan Tabdil artinya mengganti hukum yang telah lewat keberlakuannya. Contoh sunnah yang dianggap Bayan Tabdil adalah zakat pertanian. Dalam Alquran disebutkan segala penghasilan wajib dikeluarkan zakatnya, namun tidak dijelaskan batasan nisabnya.
Rasulullah SAW memperjelasnya. Beliau bersabda: “Tidak ada kewajiban zakat dari hasil pertanian yang kurang dari lima wasak” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
(ERA)