Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kedudukan dan Syarat Wakif dalam Islam yang Perlu Diketahui
14 November 2021 11:18 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Orang yang mewakafkan hartanya disebut wakif. Hukum dan ketentuannya diatur dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Panduan Wakaf, Hibah, dan Wasiat Menurut Alquran dan Sunnah, secara bahasa, kata wakaf berarti menahan. Sedangkan secara istilah, wakaf adalah tahbiisul ashl wa tasbillul manfaah, yaitu menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya.
Wakaf merupakan salah satu bentuk sedekah dengan harta. Nilai pahalanya sama dengan amal jariyah yang tidak akan terputus sampai pelakunya meninggal dunia. Pahala ini akan terus mengalir seiring dimanfaatkannya benda yang diwakafkan.
Bicara soal wakif, ternyata ada syarat dan ketentuannya dalam Islam. Seperti apa? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan berikut.
Kedudukan dan Syarat Wakif dalam Islam
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Pihak ini bisa meliputi perorangan, organisasi, ataupun badan hukum warga negara Indonesia dan warga negara asing.
Setiap wakif harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materiil. Artinya, mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak di bawah pengampuan dan tidak dalam keadaan terpaksa.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf oleh Elsi Kartika, dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, terdapat sejumlah syarat pihak wakif yang meliputi:
Sedangkan, dalam buku Hukum Perwakafan di Indonesia karya Hujriman, syarat pihak wakif dapat dikelompokkan berdasarkan pendapat empat Imam Mazhab, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Hanafiah
ADVERTISEMENT
"Wakif hendaknya orang yang cakap bertabarru', yaitu orang yang merdeka, dewasa dan berakal. Oleh karena itu, wakaf anak kecil baik mumayyiz atau tidak, orang gila dan orang yang odiot, batal (tidak sah) wakafnya, karena tidak cakap bertabarru".
2. Menurut Malikiyah
"Waqif disyaratkan orang dewasa, berakal, rela, sehat, tidak berada di bawah pengampunan dan sebagai pemilik harta yang diwakafkannya".
3. Menurut Syafi'iyah
"Waqif hendaknya orang yang cakap bertabarru', maka dari itu tidak sah wakaf anak kecil, orang gila, orang bodoh/boros dan budak mukatab".
4. Menurut Hanabilah
"Pertama: pemilik harta. Maka dari itu tidak sah wakaf orang yang mewakafkan hak milik orang lain, tanpa seizin pemiliknya. Kedua: orang yang diperbolehkan membelanjakan hartanya. Oleh karena itu, tidak sah wakaf orang yang berada di bawah pengampunan dan orang gila.”
ADVERTISEMENT
(MSD)