Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Khutbah Idul Adha tentang Makna Ibadah Haji
12 Juli 2021 17:46 WIB
·
waktu baca 8 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 14:02 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perayaan Idul Adha tahun 2021 ini memang masih harus dilangsungkan di tengah pandemi. Namun, tak perlu khawatir, umat Muslim tetap bisa melaksanakan sholat Idul Adha di rumah.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan mendengarkan khutbah. Ya, khutbah Idul Adha dapat disampaikan oleh imam sholat dan didengarkan oleh para makmum, dalam hal ini adalah anggota keluarga.
Sama halnya dengan khutbah Idul Fitri, khutbah Idul Adha juga dilakukan sebanyak dua kali. Mengutip buku Tuntunan Praktis Ibadah Sholat oleh M. Chozin Mahmud, khatib disunnahkan mengawalinya dengan takbir hingga sembilan kali. Sementara itu, khutbah kedua dibuka dengan takbir tujuh kali.
Khutbah sholat Idul Adha berisi pujian-pujian kepada Allah, sholawat untuk Nabi SAW, pesan tentang takwa kepada Allah SWT, serta hal-hal terkait Hari Raya Idul Adha, seperti hikmah Idul Adha, ibadah kurban, ibadah haji , dan lain-lain.
Untuk lebih lengkapnya, simak tata cara khutbah Idul Adha berikut yang dikutip dari buku Bimbingan Praktikum Ibadah oleh Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. (2020).
ADVERTISEMENT
Tata Cara Khutbah Idul Adha
Khutbah Idul Adha
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
ADVERTISEMENT
Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,
Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan haram (dimuliakan) di dalam Islam. Tiga bulan lainnya adalah Muharram, Rajab, dan Dzulqa’dah. Keistimewaan Dzulhijjah ditandai antara lain dengan adanya ibadah-ibadah tertentu yang tidak mungkin dikerjakan umat Islam di bulan-bulan lainnya, yakni haji dan kurban. Secara bahasa dzulhijjah merupakan frasa yang terdiri dari kata dzû (memiliki) dan al-hijjah (haji). Dinamakan demikian karena hanya di bulan ke-12 dalam kalender hijriah ini, ada pelaksanaan ibadah haji.
Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Karena masuk rukun atau pilar, ibadah ini tentu bukan ibadah yang remeh. Ia wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu. Kemampuan ini meliputi kemampuan secara fisik, ekonomi, juga keamanan. Dengan bahasa lain, ketika seseorang sudah memiliki biaya yang mencukupi, kesehatan fisik yang memadai, dan kondisi aman yang memungkinkan ia sampai ke Tanah Suci, maka ia wajib melaksanakan ibadah tersebut.
ADVERTISEMENT
Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 97 menyatakan:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Namun demikian, ibadah haji juga kadang terkait dengan pengalaman spiritual orang. Karena betapa banyak orang Muslim kaya raya yang tak kunjung menunaikan ibadah haji. Sebaliknya, betapa banyak orang bergaji rendah, justru diberi kemampuan untuk ibadah haji. Semangat dan pengalaman batin seseorang amat berpengaruh terhadap seberapa kuat niat berhaji itu tumbuh.
Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,
ADVERTISEMENT
Dalam ibadah haji, banyak sekali ritual atau manasik yang tak serta merta bisa ditangkap alasannya secara nalar. Jika kita diperintahkan untuk berpuasa Ramadhan tiap tahun, orang mungkin bisa menjelaskan secara rasional dari sudut pandang medis. Demikian juga dengan perintah zakat, yang bisa ditemukan alasannya secara sosial dan ekonomi, yakni agar harta tidak hanya berputar pada segelintir orang saja. Tidak demikian dengan haji. Rukun kelima dalam Islam ini sarat ritual-ritual yang bisa dipahami dengan memosisikannya sebagai simbol-simbol yang penuh makna.
Pertama yang bisa ditangkap adalah makna tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi Ka’bah sebagai sentra kedatangan para jamaah dari berbagai belahan dunia. Jutaan orang dari berbagai penjuru dan bangsa berkumpul dalam satu pusat, tanpa dibedakan bahwa satu daerah lebih utama dibanding daerah lainnya. Ini adalah simbol bahwa tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu, yakni Allah SWT. Penjulukkan Ka’bah sebagai “baitullah” (rumah Allah) harus dipahami dalam makna tersebut, bukan Allah bersemayam di dalam Ka’bah.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan Hajar Aswad yang terletak di sudut timur laut Ka'bah. Kedudukannya yang mulia hingga orang-orang berebut menyentuh dan menciumnya tidak boleh sampai membuat mereka menyembahnya. Anjuran menyentuh dan mencium Hajar Aswad muncul sekadar karena mengikuti sunnah Nabi. Sebagaimana dikatakan Sayyidina Umar bin Khattab:
إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Artinya: “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu. Tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR: Bukhari)
Kedua adalah makna kemanusiaan. Pakaian ihram yang dikenakan orang-orang saat memulai haji adalah simbol kesamaan dan kesetaraan semua manusia. Dalam ihram seluruh pakaian dianjurkan berwarna putih. Bagi jamaah haji laki-laki bahkan harus mananggalkan semua pakaian berjahit dan menggantinya dengan hanya dua helai kain. Kaum laki-laki dilarang mengenakan topi atau peci, sedangkan jamaah perempuan dilarang mengenakan cadar. Ritual ini menandai kesatuan identitas manusia sebagai hamba Allah, dan melepaskan identitas-identitas selainnya, seperti suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas ekonomi, dan ketokohan. Pemulung, selebritis, ulama, menteri, atau presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba Allah, bukan sebagai orang dengan kedudukan duniawinya.
ADVERTISEMENT
Makna kedua ini sekaligus mempertegas makna pertama, yakni nilai tauhid. Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid adalah mengakui bahwa tidak ada yang lebih dimuliakan selain Allah SWT. Manusia pada hakikatnya berada dalam kesetaraan. Standar kedudukan hanya bisa dinilai dari sudut pandang Allah, melalui tingkat ketakwaannya. Manusia paling mulia adalah mereka yang paling takwa kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha-Mengetahui lagi Maha-Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)
ADVERTISEMENT
Tak hanya pakaian-pakaian “kehormatan” duniawi yang dilepas, jamaah haji dari berbagai bangsa dan negara juga bersama-sama meninggalkan tempat asalnya untuk berkumpul di tempat yang sama. Pemandangan ini lebih tampak ketika mereka sedang bersama-sama wukuf di Arafah. Mereka harus berdiam di lokasi yang sama dan di bawah terik matahari yang sama. Ini menandakan bahwa sesungguhnya manusia—siapa pun itu—pada akhirnya akan kembali pada Dzat yang tunggal. Ibadah haji adalah gambaran bahwa manusia harus kembali ke fitrah aslinya sebagai hamba, baik ketika hidup maupun mati.
Ketiga adalah makna napak tilas sejarah kenabian. Haji juga menjadi momen mengenang jejak nabi-nabi terdahulu, khususnya Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad. Perjalanan mereka bukanlah sejarah hidup yang kosong makna, melainkan mengandung berbagai pelajaran yang penting diingat. Ritual melontar Jumrah, misalnya, adalah jejak permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita diingatkan tentang pentingnya selalu waspada terhadap berbagai tipu daya musuh terlaknat ini.
ADVERTISEMENT
Begitu juga tentang ritual Sa’i. Ia menyimpan sejarah perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Ismail, ketika ditinggal sang suami, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Lari-lari yang berulang sampai tujuh kali merupakan simbol kegigihan ikhtiar yang tak kenal putus asa. Hingga akhirnya pertolongan Allah pun datang dengan memancar air secara tiba-tiba dari bawah kaki Nabi Ismail. Mata air itu kita kenal hingga sekarang sebagai sumur Zamzam.
Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,
Allah tak mewajibkan haji untuk setiap orang sebagaimana shalat. Kewajiban haji hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu. Untuk yang sudah atau sedang berhaji, penting baginya tak menyia-nyiakan kewajiban ini dengan memenuhi segala ketentuan haji, juga makna-makna dalam segenap ritual yang dijalankan. Bagi yang belum mampu ke Tanah Suci, cukup baginya berikhtiar semampunya dan menyerap makna haji untuk kemudian kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Haji adalah perjalanan suci, bukan wisata untuk meraih kebanggaan diri. Karena itu, bagi yang belum diberi kemampuan menunaikan haji tak perlu berkecil hati selama kita selalu berusaha menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa: memegang prinsip tauhid, menghargai kemanusiaan, dan menjalankan ketentuan syariat sebagaimana diajarkan Rasulullah. Wallahu a’lam.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
ADVERTISEMENT
(ADS)