Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah tentang Qurban dan Kemiskinan
30 Juni 2022 14:38 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dzulhijjah merupakan satu di antara bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Selain itu, bulan Dzulhijjah juga disebutkan memiliki keutamaan di sepuluh hari pertama yang disempurnakan dengan menyembelih hewan qurban selepas sholat Idul Adha hingga hari Tasyrik berakhir.
ADVERTISEMENT
Dihimpun dari Nu Online, qurban hukumnya adalah sunnah muakkad atau sunnah yang dikuatkan. Bahkan, Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan ibadah qurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat. Adapun ketentuan qurban sebagai sunnah muakkad telah dikukuhkan oleh Imam Malik dan Syafi’i.
Sebagaimana diketahui, qurban adalah sunnah Rasul dan termasuk ibadah yang dicintai Allah. Hal ini didasarkan dari salah satu hadits Nabi Muhammad SAW, dari Aisyah bahwa beliau bersabda:
"Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya.
Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)
ADVERTISEMENT
Karena itu, agar umat Muslim lebih taat kepada Allah SWT, perlu mengetahui bagaimana esensi qurban dalam Islam dan seperti apa kisah di baliknya. Simak penjelasannya dalam teks khutbah Jumat bulan Dzulhijjah dalam rangka menyambut kedatangan Hari Raya Idul Adha 2022 berikut ini.
Khutbah Jumat Bulan Dzuhijjah
Berikut ini adalah contoh teks khutbah Jumat bulan Dzulhijjah yang disadur dari Buku Pintar Khutbah Juma’at Tematik karangan Ibnu Marzuki Al-Gharani:
Qurban dan Kemiskinan
Jamaah Juma’at rahimakumullah …
Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan beragam kenikmatan. Hanya dengan karunia-Nyalah kita dapat berkumpul di masjid yang mubarak ini tanpa adanya halangan suatu apa pun. Semoga ibadah shalat Jumat yang kita laksanakan saat ini dicatat sebagai amal ibadah di sisi Allah SWT dan bisa menjadi bekal di hari akhir nanti. Aamiin …
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, sebagai khatib, sudah semestinya saya selalu mengingatkan kepada seluruh jamaah sekalian dan juga saya sendiri untuk selalu meningkatkan kualitas takwa kita kepada Allah SWT. Peningkatan tersebut dapat kita raih dengan cara melaksanakan segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
Hadirin yang dirahmati Allah …
Bulan ini merupakan bulan mulia di sisi Allah SWT sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa bulan Dzulhijjah merupakan salah satu di antara bulan-bulan yang dimuliakan Allah SWT. Beliau bersabda sembari menerangkan bulan-bulan yang mulia.
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram, tiga yang awal adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Sedangkan, Rajab yang penuh kemuliaan ada di antara dua Jumadil dan Sya’ban.” (HR. Bukhari)
ADVERTISEMENT
Di dalam bulan yang mulia ini, Allah SWT telah memberikan suri tauladan yang sangat baik. Jauh hari sebelum Nabi Muhammad SAW terlahir di dunia, Nabi Ibrahim merupakan orang yang sangat patuh kepada Allah SWT, ia sangat tekun beribadah. Selain itu, ia juga merupakan orang kaya yang dermawan.
Pada suatu hari, Nabi Ibrahim menyembelih qurban. Hewan yang disembelih di antaranya 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Atas kejadian ini, banyak orang mengaguminya. Bahkan, para malaikat pun terkagum-kagum padanya.
Mengetahui kekaguman para makhluk Allah SWT ini, Nabi Ibrahim berkata, “Qurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak laki-laki, pasti akan aku sembelih karena ALlah dan aku qurbankan kepada-Nya,”
ADVERTISEMENT
Waktu pun berjalan dengan pasti. Nabi Ibrahim yang saat bernadzar belum memiliki putra, kini putranya sudah berusia 7 tahun. Pada sebagian keterangan berusia 13 tahun. Anak laki-laki kesayangannya ini diberi nama Ismail, yang artinya “Allah SWT telah mendengar”.
Pada malam tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim bermimpi ada seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah nadzarmu (janjimu).” Dinamakan tarwiyah karena tanggal tersebut Nabi Ibrahim memikirkan mimpi yang telah menghampirinya.
Malam tanggal 9 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim kembali mendapatkan mimpi serupa. Dari sini, ia mengetahui bahwa perintah tersebut benar-benar dari Allah SWT. Tanggal ini dinamakan Arafah karena berarti mengetahui.
Pada malam tanggal 10, Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi yang serupa kembali. Saat itu, ia merasakan seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya, Allah SWT memerintahkan agar menyembelih putramu, Ismail.”
ADVERTISEMENT
Nabi Ibrahim pun langsung terbangun dan memeluk Ismail hingga waktu Subuh. Setelah itu, Siti Hajar disuruh untuk mengganti pakaian Islami dengan kain yang baik dan menyisir rambutnya. Kenyataan ini dilakukan karena Nabi Ibrahim akan mengajak anaknya bertemu dengan Allah SWT.
Pada saat itu, iblis berusaha keras untuk menggagalkan pelaksanaan perintah Allah SWT yang agung ini. Pertama, ia menggoda Hajar, istri Nabi Ibrahim atau ibu Ismail, dengan berbagai bujuk rayu. Namun, upaya ini sia-sia. Kedua, iblis membujuk Ismail, namun upayanya juga tidak berhasil. Bahkan, Ismail melempar iblis dengan kerikil hingga satu matanya buta.
Sebelum melaksanakan perintah yang sangat berat ini, Nabi Ibrahim pun menyempatkan diri untuk menyampaikan perintah kepada Ismail. Sebagai anak shalih, Ismail pun tidak merasa keberatan dirinya dikorbankan atas nama Allah SWT. Peristiwa agung ini sebagaimana tercatat dalam Alquran:
ADVERTISEMENT
“Maka, tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Shaafaat: 102)
Setelah mendapat persetujuan dari anak kesayangannya, Nabi Ibrahim pun segera melaksanakan perintah Allah SWT ini. Ia pun menyiapkan pisau yang sangat tajam agar dapat digunakan untuk menyembelih dengan baik. Dengan penuh ketakwaan kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim berupaya menyembelih Ismail. Hanya saja, pisau yang digunakan untuk menyembelih tersebut tidak mampu menggores Ismail.
Akhirnya, ujian itu pun berhasil ditempuh Nabi Ibrahim dan keluarganya tanpa harus ada pengorbanan jiwa manusia. Allah SWT berfirman:
ADVERTISEMENT
“Sesungguhnya, ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan, kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. As-Shaafaat: 106-107)
Ayat tersebut memiliki makna bahwa sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail, maka Allah SWT melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan qurban. Sebaliknya, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya qurban yang dilakukan pada hari raya haji.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah …
Bermula dari kisah ketaatan Nabi Ibrahim beserta keluarga inilah, umat Islam akhir zaman juga disyariatkan untuk melaksanakan ibadah qurban. Ibadah qurban dilakukan pada tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Pelaksanaan ini dianamakan sebagai Hari Raya Idul Adha atau Idul Qurban.
Adapun qurban menurut hukum syariah adalah menyembelih hewan ternak dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bentuk ketaatan ini bisa dilihat dari keikhlasan membagikan daging qurban kepada orang-orang yang berhak.
ADVERTISEMENT
Kaum Muslimin yang melaksanakan ibadah qurban diajarkan untuk menggunakan daging hewan qurbannya tidak lebih dari sepertiga. Mereka harus membagikan dua pertiga daging hewan qurban kepada fakir miskin yang lebih membutuhkannya.
Ajaran semacam ini menunjukkan bahwa selain bernilai ibadah kepada Allah SWT secara langsung, qurban juga memiliki nilai sosial yang tinggi. Dengan berqurban, kaum Muslimin diharapkan memiliki rasa kepekaan yang tinggi kepada saudara-saudaranya yang miskin.
Umat Islam hidup di dunia harus memiliki rasa kebersamaan. Ketika kita sedang memiliki kecukupan rezeki, sementara tetangga kita tidak memilikinya, bahkan untuk pemenuhan kebutuhan primer saja tidak cukup, maka kita harus membantunya. Rezeki yang dititipkan Allah SWT sedikit kita ambil untuk kemudian disedekahkan kepada tetangga kita. Dengan bersedekah, isnya Allah, Allah SWT akan memberikan ganti yang lebih. Allah berfirman.
ADVERTISEMENT
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada Nya lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
Semoga kita termasuk umat yang selalu bisa menyisihkan rezeki untuk bersedekah kepada kaum fakir miskin. Dengan begitu, pelaksanaan ibadah qurban saat ini bukan saja bernilai ibadah, namun juga sebagai wahana memupuk kepekaan sosial kita kepada sesama. Dengan begitu, kemiskinan yang selama ini menjadi masalah besar sedikit demi sedikit akan terkikis.
(IMR)