Konten dari Pengguna

Kisah 3 Pengibar Bendera Merah Putih Pertama Saat Proklamasi Kemerdekaan

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
11 Agustus 2020 23:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Prosesi pengibaran bendera pusaka pertama saat proklamasi kemerdekaan RI digelar.
zoom-in-whitePerbesar
Prosesi pengibaran bendera pusaka pertama saat proklamasi kemerdekaan RI digelar.
ADVERTISEMENT
Tanggal 17 Agustus 1945 menjadi hari paling bersejarah bagi bangsa ini setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia diselenggarakan di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 yang saat itu adalah kediaman Soekarno. Sejak saat itu, 17 Agustus diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) atau HUT RI.
ADVERTISEMENT
Dan kini, 75 tahun sudah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Hari Kemerdekaan selalu diperingati dengan pemasangan bendera merah putih di segala penjuru wilayah, mulai dari instansi pemerintah hingga rumah-rumah warga.
Upacara pengibaran bendera merah putih juga berlangsung khidmat di Istana Merdeka. Prosesi pengibaran ini pertama kali dilakukan oleh Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo dan SK Trimurti usai Soekarno membacakan teks proklamasi.
Untuk mengenang peristiwa bersejarah ini, berikut kisah singkat 3 sosok pengibar bendera merah putih saat proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
1. Latief Hendraningrat
Latief Hendraningrat. Foto: Wikipedia
Ada seorang pria mengenakan seragam tentara Jepang di tengah momen proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia bahkan menjadi salah satu pengibar bendera merah putih.
ADVERTISEMENT
Ya, dialah Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat. Pria berdarah ningrat Jawa itu aktif dalam kegiatan kemiliteran yang dibentuk Jepang. Setelah bergabung dengan Pusat Latihan Pemuda (Seinen Kunrenshoo), Latief masuk sebagai prajurit Pembela Tanah Air (PETA).
Sepak terjangnya yang membanggakan di bidang militer membuat Latief mengemban jabatan sebagai komandan kompi (chudancho). Pangkat ini berada satu tingkat di bawah komandan batalyon (daidanco) atau pangkat tertinggi pribumi di PETA.
Latief memiliki peran cukup penting dalam momen bersejarah ini. Sebelum mengibarkan bendera, Latief juga mengamankan lokasi dengan mengerahkan prajuritnya di sekitar kediaman Soekarno.

2. Suhud Sastro Kusumo
Suhud Sastro Kusumo. Foto: Wikipedia
Ada yang berseragam tentara Jepang, dan satu lagi bercelana pendek. Dia lah Suhud Sastro Kusumo yang merupakan anggota Barisan Pelopor yang dibentuk Jepang. Pria kelahiran 1920 ini diketahui cukup dekat dengan Latief.
ADVERTISEMENT
Tidak jauh berbeda dengan Latief, Suhud juga memegang peranan yang cukup penting dalam detik-detik menjelang Hari Kemerdekaan. Pada 14 Agustus 1945, Suhud dan sejumlah anggota Barisan Pelopor mendapat mandat untuk menjaga keluarga Soekarno.
Sayangnya, seperti kecolongan, pada 16 Agustus 1945, Soekarno dibawa oleh Sukarni dan Chaerul Saleh ke suatu tempat. Kejadian inilah yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Beruntung Soekarno kembali ke rumah di malam harinya dan mulai mempersiapkan proklamasi kemerdekaan. Suhud mendapat mandat untuk menyiapkan tiang bendera.

3. Surastri Karma Trimurti
SK Trimurti. Foto: wikipedia
Ada sejarah tersendiri di balik formasi dua laki-laki dan satu perempuan dalam Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang kerap kita lihat selama ini. Satu dari petugas pengibar bendera pertama adalah seorang perempuan bernama Surastri Karma Trimurti atau SK Trimurti.
ADVERTISEMENT
Perempuan kelahiran Boyolali, Jawa Tengah, 11 Mei 1912 ini merupakan istri Sayuti Melik yang tak lain adalah pengetik naskah proklamasi. Trimurti bukanlah orang sembarangan. Ia aktif di Partai Indonesia selama masa pergerakan.
SK Trimurti adalah sosok perempuan tangguh. Bagaimana tidak, Trimurti sempat dijebloskan ke dalam penjara karena mendistribusikan leaflet anti-kolonial. Namun kondisi itu tidak menyurutkan semangatnya menulis.
Hasil tulisannya dari balik jeruji besi justru semakin kritis. Bersama sang suami, Trimurti mendirikan Koran Pesat di Semarang.
Selepas kemerdekaan, ia kemudian menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama Indonesia di bawah Perdana Menteri Amir Syarifudin (1947-1948).

(ELR)