Konten dari Pengguna

Kisah Hidup Lettu Pierre Tendean, Perwira yang Gugur dalam Peristiwa G30S PKI

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
30 September 2020 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lettu Pierre Tendean. Foto: Wikipedia
zoom-in-whitePerbesar
Lettu Pierre Tendean. Foto: Wikipedia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lettu Pierre Tendean menjadi salah satu perwira tinggi yang menjadi korban peristiwa G30S PKI pada Oktober 1965. Ia ikut diculik dan dibunuh secara keji oleh pasukan Cakrabirawa, sebelum akhirnya dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya.
ADVERTISEMENT
Lettu Pierre Tendean merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dr. A.L Tendean, seorang dokter yang berdarah Minahasa dan Maria Elizabeth Cornet, seorang wanita Belanda yang berdarah Prancis. Pierre memiliki dua saudara kandung bernama Mitze Farre dan Rooswidiati.
Sejak kecil, Pierre Tendean memang menyukai dunia militer. Namun hal itu berbeda dengan keinginan kedua orangtuanya yang menginginkan ia menjadi seorang dokter seperti sang ayah atau insinyur.
Berkat tekad yang kuat, perwira kelahiran Jakarta 21 Februari 1939 itu akhirnya berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) pada 1958 di Bandung. Sebagaimana diceritakan dalam buku Pierre Tendean karya Masykuri.
Lettu Pierre Tendean. Foto: Wikipedia
Karier awal Pierre Tendean dimulai saat ia menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan. Bahkan, ia juga melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Intelijen Negara di Bogor setahun kemudian.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Pierre Tendean dalam mengenyam pendidikan di Bogor membawanya ditugaskan menjadi mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia yang dikenal dengan istilah Dwikora oleh Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD).
Sejak itu, karier Pierre Tendean dalam dunia militer makin bersinar. Hal itu mengundang tiga jenderal yang menginginkan Kapten Tendean untuk menjadi ajudan pribadi. Mereka adalah Jenderal Nasution, Jenderal Hartawan, dan Jenderal Kadarsan.
Pada akhirnya tepat 15 April 1965, Kapten Tendean mulai dipromosikan menjadi Letnan Satu (Lettu) dan pengawal pribadi Jenderal Abdul Haris Nasution, menggantikan Kapten Manullang yang gugur saat menjaga perdamaian di Kongo.
Dalam memoar Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6: Masa Kebangkitan Orde Baru yang ditulis Jenderal Nasution, ia mengenang sosok Pierre Tendean sebagai ajudan termuda yang pernah mendampinginnya.
ADVERTISEMENT
“Yang mendampingi saya adalah adalah ajudan yang paling muda, Letnan Satu Pierre Tendean. Ia terhitung pemuda yang ganteng, dan terus ia saja menjadi sasaran kerumunan para mahasiswa,” tulisnya.
Berdasarkan buku biografi Pierre Tendean, yaitu Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi ia sering mengawal kegiatan main tenis keluarga Nasution. Kebiasaan ini ia lakukan dua kali seminggu di lapangan tenis Menteng dan Senayan.
Pierre Tendean juga cukup dekat dengan kedua anak Jenderal A.H. Nasution, yaitu Ade Irma Suryani dan Hendrianti Sahara Nasution. Kedekatan tersebut dibuktikan dari foto Kapten Tendean bersama Ade Irma yang terpampang di Museum AH Nasution.
Pada 30 September 1965, Pierre Tendean seharusnya berada di Semarang untuk menghadiri ulangtahun ibunya. Namun ia mengundur kepergiannya tersebut karena sedang bertugas menjadi ajudan di kediaman Jenderal Nasution, Jalan Teuku Umar Nomor 40 Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Saat pasukan Cakrabirawa datang, seperti yang tertulis pada Pierre Tendean karya Masykuri, Pierre Tendean sedang beristirahat di ruang belakang rumah Jenderal Nasution. Ia terbangun oleh suara tembakan dan keributan dari bagian depan rumah.
Pasukan tersebut sempat bertanya siapa Pierre Tendean yang dijawab, "Saya Ajudan Jenderal Nasution". Sayangnya, pasukan penculik hanya mendengar kata 'Nasution' dan memilih membawa Pierre Tendean yang dianggap sebagai Jenderal Nasution.
Ia pun disiksa di Lubang Buaya bersama beberapa korban G30S PKI lainnya. Diketahui bahwa Pierre Tendean mendapat empat tembakan dari belakang oleh anggota Pemuda Rakyat yang bernama Kodik.
Kepergian Pierre Tendean di usianya yang baru menginjak 26 tahun menyisakan duka mendalam yang dirasakan ibunya dan calon istrinya, Rukmini Chaimin. Diketahui pernikahannya dengan Rukmini akan segera dilangsungkan pada November 1965.
ADVERTISEMENT
Perjuangan dan keberanian Pierre Tendean membuatnya ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada 5 Oktober 1965. Ia pun menerima gelar kehormatan dengan dinaikkan pangkatnya menjadi Kapten.
(Rav)