Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kisah Willem Iskander, Pelopor Sekolah Guru Bumiputera yang Terlupakan
24 November 2020 10:59 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Nama Willem Iskander mungkin terdengar asing di telinga sebagian masyarakat Indonesia jika dibandingkan dengan Ki Hajar Dewantara. Padahal, kemajuan pendidikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari tokoh asal Mandailing tersebut.
ADVERTISEMENT
Jika Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa pada 1922, sejarah mencatat bahwa Willem Iskander telah mendirikan lembaga pendidikan untuk menghasilkan guru-guru bumiputera sejak 1862. Itulah mengapa harian De Locomotief yang terbit pada Agustus 1876 menyebut Willem sebagai pionir pendidikan bumiputera.
Untuk memperingati Hari Guru Nasional 25 November, mari simak kisah Willem Iskander berikut ini:
Jadi Guru di Usia 15 Tahun
Willem Iskander bernama asli Sati Nasution dengan gelar Sutan Iskandar. Ia lahir di Pidoli Lombang, Sumatera Utara pada Maret 1840.
Ia mengawali pendidikannya di Inlandsche Schoolan atau Sekolah Rendah yang didirikan oleh Asisten Residen bernama Alexander Godon di Panyabungam Kota, Mandailing Natal pada 1853.
Setelah lulus, Willem diangkat menjadi guru di sekolah tersebut. Kala itu, usianya baru 15 tahun. Kemudian pada 1857, Willem diajak Godon hijrah ke Belanda untuk melanjutkan sekolahnya.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Godon berusaha mengajukan beasiswa kerajaan untuk Willem Iskander agar kelak dapat menjadi guru di kampung halamannya.
Akhirnya pada 5 Januari 1859 Raja Willem III memberikan persetujuannya untuk memberi Willem Iskander beasiswa. Willem kemudian melanjutkan pendidikan di Oefenschool (sekolah guru) Amsterdam hingga lulus tahun 1860.
Rintis Sekolah Guru
Setelah tiba di Tanah Air, Willem Iskander berkeinginan untuk membangun sekolah guru di Mandailing. Ia pun menghadap Gubernur Jenderal Mr. Ludolf Anne Jan Wilt Baron Sloet van den Beele untuk mengutarakan maksudnya. Keberuntungan berpihak pada Willem karena keinginannya terpenuhi.
Ia membangun Kweekschool (Sekolah Guru) Tanobato. Ini bukanlah sekolah guru pertama. Sebelumnya, telah berdiri Kweekschool Surakarta (1851) dan Kweekschool Fort de Kock di Bukittinggi (1856).
ADVERTISEMENT
Namun, murid-murid sekolah tersebut berasal dari kelas bangsawan. Sedangkan Kweekschool Tanobato terbuka untuk umum dan menggunakan bahasa Mandailing sebagai bahasa pengantar.
Awalnya sekolah ini sempat kekurangan murid karena hanya sedikit masyarakat yang mau sekolah di sana. Mereka takut jika harus membayar mahal. Namun, Willem tidak menyerah.
Ia mensosialisasikan gagasan perubahannya dari pintu ke pintu hingga ke desa terpencil. Akhirnya, banyak warga yang mau berskolah di sana.
Melansir Greget Tuanku Rao tulisan Basyral Harahap, para siswa di Kweekschool Tanobato diajari dasar-dasar berhitung, membaca, menulis, bahasa Belanda, bahasa Melayu, bahasa Mandailing, matematika, fisika, ilmu ukur tanah, ilmu bumi, dan ilmu pemerintahan. Huruf yang dipelajari tidak hanya Latin, tapi juga aksara Mandailing dan Melayu.
ADVERTISEMENT
Ia mengelola sekolah tersebut selama 12 tahun. Kemudian Willem kembali ke Belanda untuk melanjutkan sekolahnya dan ditugaskan untuk mendampingi guru pribumi yang hendak pergi ke Negeri Kincir Angin tersebut.
Mereka adalah Raden Mas Soerono dari Surakarta, Mas Ardi Sasmita dari Majalengka, dan Banas Lubis dari Mandailing. Keberangkatan mereka ini merupakan bagian dari rencana besar tentang pengembangan pendidikan di Indonesia.
Kisah Hidup Willem Iskander yang Tragis
Menurut catatan dalam buku Di Negeri Penjajah, ketiga pemuda yang dibimbing Willem tersebut tidak bernasib baik. Mas Ardi Sasmita dan Banas Lubis meninggal pada 1875, sedangkan Raden Mas Soerono jatuh sakit dan harus pulang ke kampung halamannya.
Kepergian para pemuda harapan bangsa tersebut membuat Willem terpukul. Ia sempat menikah dengan perempuan bernama Maria Jacoba Chiristina Winter pada 1876. Namun hal tersebut tetap tidak bisa mengobatinya.
ADVERTISEMENT
Willem Iskandar memilih mengakhiri hidupnya pada 8 mei 1876 di usia 36 tahun. Sepeninggal Willem Iskander, Sekolah Guru Tanah Bato dipindahkan ke Padang Sidempuan. Sekolah tersebut berdiri hingga 1884.
(ERA)