Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908 yang Penuh Penderitaan
26 Januari 2021 12:39 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum merdeka seperti sekarang ini, bangsa Indonesia telah mengalami kesengsaraan dalam jangka waktu yang panjang. Penderitaan ini disebabkan oleh penjajah yang berupaya memeras kekayaan Tanah Air dan memecah belah bangsa.
ADVERTISEMENT
Namun, keadaan mulai berubah sejak berdirinya Boedi Oetomo pada 1908. Organisasi tersebut berhasil membakar semangat rakyat Nusantara untuk bangkit dari praktik penjajahan.
Lantas, bagaimana kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908?
Penderitaan Bangsa Indonesia
Praktik penjajahan di Indonesia bermula dari ekspedisi negara-negara Eropa pada abad ke-15. Kala itu, sumber perekonomian Eropa runyam akibat perang dan perkembangan teknologi perkapalan. Akhirnya, orang-orang Eropa berekspedisi untuk mencari sumber ekonomi baru di seluruh dunia.
Setelah melakukan ekspedisi, orang Eropa menemukan bangsa Indonesia yang kaya akan rempah-rempah. Mereka pun melakukan perdagangan di Tanah Air.
Namun tidak hanya berdagang, mereka juga berusaha menjajah wilayah Nusantara untuk menguasai kekayaan Tanah Air yang melimpah.
Selama zaman penjajahan, orang Eropa membuat sejumlah peraturan yang membuat bangsa Indonesia menderita, di antaranya:
ADVERTISEMENT
Kerja Rodi
Ketika Daendels berkuasa pada 1808-1811, ia menerapkan aturan kerja paksa atau kerja rodi. Aturan tersebut mengharuskan rakyat untuk membangun jalan di sepanjang Pulau Jawa, dari Anyer hingga Panarukan.
Peraturan ini membuat rakyat Indonesia menderita. Sebab, rakyat harus bekerja keras untuk menggali batuan dan membuat jalan tanpa upah. Tidak hanya itu, kerja rodi juga memakan banyak korban jiwa.
Tanam Paksa
Kemudian, hasil tanaman diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Peraturan ini menyebabkan masyarakat menderita dan jatuh miskin.
Politik Adu Domba
Tidak hanya memeras kekayaan Tanah Air, Belanda melalui VOC juga mengadu domba Nusantara. Mereka melakukan devide et impera atau politik adu domba. Politik tersebut saling mengadu domba kerajaan, sehingga persatuan Indonesia terpecah belah.
Perlawanan Rakyat Indonesia
Kesengsaraan yang dialami bangsa Indonesia telah memicu perlawanan di berbagai daerah Nusantara. Perlawanan itu dipimpin oleh beberapa sarjana dan bangsawan, yaitu:
ADVERTISEMENT
Sayangnya, peperangan ini gagal. Sebab, perlawanan kala itu masih bersifat kedaerahan. Di sisi lain, penderitaan yang dialami Indonesia juga menggerakkan hati beberapa orang Belanda, seperti Baron van Huber, Edward Douwes Decker, dan Tuan Vendee Venter.
Douwes Dekker atau Multatuli menuangkan penderitaan masyarakat Lebak di Banten melalui buku yang bertajuk Max Havelaar pada 1860.
Sementara itu Van Deventer menyarankan Politik Etische atau politik balas budi yang dapat menguntungkan pihak Indonesia-Belanda. Politik tersebut terdiri dari tiga program, yakni:
Belanda akhirnya menerapkan politik balas budi untuk Indonesia. Namun, politik itu hanya menguntungkan Belanda. Irigasi diterapkan untuk perkebunan milik Belanda. Sedangkan, pembangunan sekolah dilakukan untuk menyediakan tenaga kerja terampil dan murah.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, pembangunan sekolah memberikan dampak positif untuk Indonesia. Melalui sekolah tersebut, masyarakat Nusantara menjadi terpelajar. Rakyat yang terpelajar akhirnya berusaha bergerak untuk bangkit dan membebaskan Tanah Air dari penjajah.
(GTT)