Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Kumpulan Dalil dan Hadits tentang Percaya Diri yang Bisa Dijadikan Pedoman
15 Desember 2021 16:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Hadits tentang percaya diri bisa menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalani kesehariannya. Ini memudahkan mereka untuk bersosialisasi dengan baik tanpa mengumbar kelebihan maupun menutupi kekurangan.
ADVERTISEMENT
Menurut ahli psikologi, Sigmund Freud, kepercayaan diri adalah satu tingkatan rasa sugesti tertentu yang berkembang dalam diri seseorang, sehingga ia merasa yakin dalam berbuat sesuatu. Ini menjadi aspek penting dalam kepribadian manusia untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya.
Alquran sebagai rujukan pertama juga banyak membahas tentang rasa percaya diri. Dalam surat Ali Imran ayat 139, Allah Swt berfirman:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orangorang yang beriman.”
Selain itu, ada pula kumpulan dalil dan hadits tentang percaya diri yang bisa Anda jadikan pedoman. Apa saja?
Kumpulan Dalil dan Hadits tentang Percaya Diri
Rasa percaya diri dapat ditumbuhkan melalui ma'rifatun nafsi, yaitu sikap untuk mengenal diri sendiri. Seorang Muslim yang percaya diri hendaknya tidak berputus asa dan selalu mengharapkan rahmat Allah Swt.
ADVERTISEMENT
Ia harus senantiasa berikhtiar kepada Allah dan meyakini bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Menurut Aya Mamlu'ah dalam jurnalnya yang berjudul Konsep Percaya Diri dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 139, rasa percaya diri sejatinya dapat membawa manusia pada jalan kebenaran.
Nantinya, ia tidak akan lagi takut kepada manusia, melainkan hanya Allah Swt. Ia tidak khawatir dengan pendapat negatif, hasutan yang menjatuhkan, serta hinaan yang merendahkannya. Karena semua yang dilakukan semata-mata hanya untuk mencari ridho-Nya.
Kisah tentang hamba yang tidak percaya diri dan berputus asa dari dari rahmat Allah tergambar dalam Surat Yusuf ayat 87:
“Hai anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”
Dijelaskan dalam buku Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid IV karya H. Salim Bahreisy, melalui ayat tersebut, Allah mengisahkan Yakub tatkala mengimbau putra-putranya agar mereka pergi mencari berita tentang Yusuf dari saudaranya Benyamin.
ADVERTISEMENT
Ia memberi semangat kepada mereka agar tidak berputus asa dari rahmat Allah, karena hanya orang kafirlah yang lekas berputus asa.
Dalam salah satu hadits, Rasulullah juga memberikan nasihatnya kepada umat Islam tentang rasa percaya diri. Diriwayatkan pada suatu waktu, Rasulullah SAW bersabda:
”Janganlah kalian menghinakan diri kalian sendiri.”Para sahabat bertanya [dengan rasa heran],”Wahai Rasulullah saw, bagaimana mungkin kami akan menjadikan diri kami sendiri hina?” Rasulullah saw menjawab,”Seseorang mengetahui bahwa ada sebuah perintah Allah yang wajib dia sampaikan (kepada orang banyak) namun dia tidak menyampaikannya.” Terhadap orang yang seperti ini, pada hari Kiamat kelak, Allah akan bertanya,”Apa yang telah menyebabkanmu tidak menyampaikan hal ini dan hal itu?” Ia menjawab,”Rasa takut terhadap manusia.”: Allah kemudian berkata,”Kepada-Ku lah engkau lebih pantas untuk takut.” (HR. Ibnu Majah).
Kemudian, dalam riwayat lain juga dikisahkan bahwa Rasulullah SAW menasehati para sahabat dengan nasehat yang menyentuh, meneteslah air mata dan bergetarlah hati. Maka ada seseorang yang berkata:
ADVERTISEMENT
“Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan. Maka apa yang akan engkau wasiatkan pada kami?” Beliau bersabda: “Aku wasiatkan pada kalian untuk bertakwa kepada Allah serta mendengarkan dan mentaati (pemerintah Islam), meskipun yang memerintah kalian seorang budak Habsyi. Dan sesungguhnya orang yang hidup sesudahku di antara kalian akan melihat banyak perselisihan. Wajib kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin Mahdiyyin (para pemimpin yang menggantikan Rasulullah, yang berada di atas jalan yang lurus, dan mendapatkan petunjuk). Berpegang teguhlah kalian padanya dan gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian. Serta jauhilah perkara-perkara yang baru. Karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud)
(MSD)