Kumpulan Falsafah Jawa tentang Cinta yang Penuh Makna

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2021 11:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi falsafah jawa tentang cinta. Foto: Freepik.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi falsafah jawa tentang cinta. Foto: Freepik.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Budaya Jawa memiliki nilai-nilai luhur yang beragam. Salah satunya adalah falsafah jawa yang merupakan warisan leluhur berusia ratusan tahun.
ADVERTISEMENT
Falsafah Jawa yang tumbuh dan berkembang pada saat ini telah melalui berbagai macam pengaruh mulai dari era prasejarah, masa kerajaan Budha, kerajaan Hindu, kerajaan Islam, hingga masa kolonialisme.
Dijelaskan dalam jurnal Representasi Falsafah Jawa dalam Cerita Rakyat Terjadinya Terowongan Air Mangge oleh Edi Suprayitno, dkk., falsafah jawa secara garis besar terbagi menjadi tiga kelompok, yakni falsafah tentang ketuhanan, falsafah tentang kemanusiaan, dan falsafah tentang alam.
Tidak hanya kata mutiara, falsafah jawa terdiri dari berbagai macam bentuk seperti dongeng, tuturan lisan, tembang, puisi dan sebagainya. Contoh dari kata mutiara falsafah jawa yang terkenal adalah witing tresno jalaran soko kulino, witing mulya jalaran wani rekasa. Falsafah jawa tersebut merupakan falsafah jawa tentang cinta yang berarti cinta tumbuh karena terbiasa, makmur karena berani bersusah payah.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya ada banyak falsafah jawa tentang cinta seperti kalimat di atas. Nah, berikut ini merupakan kumpulan falsafah jawa tentang cinta yang dirangkum dari berbagai sumber dan sarat akan makna.

Kumpulan Falsafah Jawa tentang Cinta

Ilustrasi falsafah jawa tentang cinta. Foto: Freepik.
“Tresna kanggo manungsa mung amerga katresnane marang Gusti Allah sing Nyiptaaken manungsa.”
Cinta kepada manusia hanya dikarenakan kecintaan kepada Allah Tuhan Semesta Alam yang telah menciptakan manusia.
“Mbangun kromo ingkang satuhu, boten cekap bilih ngagem sepisan roso katresnan. Hananging butuh pirang pirang katresnan lumeber ning pasangan uripmu siji kui.”
Pernikahan yang sukses tidak membutuhkan sekali jatuh cinta, tetapi berkali-kali jatuh cinta pada orang yang sama.
“Akeh manungsa ngrasakake tresna, tapi lali lan ora kenal opo iku hakikate tresno.”
ADVERTISEMENT
Banyak orang merasakan cinta, tapi lupa dan tidak kenal apa itu hakikat cinta.
“Iso nembang gak iso nyuling, iso nyawang gak iso nyanding”
Bisa bersyair tidak bisa bermain seruling, bisa melihat tidak bisa mendampingi.
“Tresno iku kadang koyo criping telo. Iso ajur nek ora ngati-ati le nggowo.”
Cinta terkadang seperti keripik singkong, bisa hancur jika tidak hati-hati membawanya.
"Ben akhire ora kecewa, dewe kudu ngerti kapan wektune berharap lan kapan wektune kudu mandeg."
Supaya tidak kecewa, kita harus mengerti kapan waktunya berharap dan kapan waktunya harus berhenti.
"Kowe wis tak wanti wanti ojo nganti ninggal janji, ojo nganti medot taline asmoro, welasno aku sing nunggu awakmu nganti awakku tinggal balung karo kulit."
ADVERTISEMENT
Kamu sudah aku ingatkan jangan melupakan janji, jangan sampai memutuskan ikatan cinta ini, ingatlah diriku yang menunggu dirimu sampai badanku hanya tersisa tulang dan kulit.
“Nek pancen tresno kui kudu dijogo, ora malah keno godo karo wong liyo.”
Kalau memang cinta harus dijaga, bukan malah termakan godaan orang lain.
“Kowe lungo nggowo kenangan, kowe teko maneh nggowo undangan”
Kamu pergi membawa kenangan, kamu datang lagi membawa sebuah undangan.
“Wes kadung ngomong sayang jebule wes nduwe gandengan, wes kadung tak sawang malah ninggal kenangan.”
Sudah terlanjur menyatakan sayang, ternyata sudah punya gandengan, sudah terlanjur dipandang malah meninggalkan kenangan.
(IPT)