Konten dari Pengguna

Latar Belakang Perang Salib: dari Motif Agama hingga Ekonomi

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
9 Maret 2021 9:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perang Salib. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perang Salib. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Perang Salib merupakan perang keagamaan yang terjadi selama hampir dua abad. Perang ini melibatkan pasukan Kristen dan tentara Muslimin yang bertempur untuk memperebutkan wilayah kekuasaan Islam. Paus Urbanus II merupakan sosok yang menggelorakan semangat Perang Salib pada masyarakat Eropa.
ADVERTISEMENT
Mengutip Ensiklopedi Sejarah Islam Vol I terjemahan M.Taufik dan Ali Nurdin (2012), Paus Urbanus II mengajak semua pemimpin Kristen untuk berperang melawan kaum Muslimin. Tujuannya adalah merebut Yerusalem, daerah yang menjadi kebanggaan sekaligus tempat suci umat Kristiani.
Menurut Karen Amstrong (2003) dalam buku Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, pada musim semi tahun 1096, kurang lebih 60.000 pasukan Kristen berangkat ke Yerusalem. Mereka terdiri dari para prajurit dan peziarah. Kemudian disusul oleh gelombang kedua yang berjumlah kurang lebih 100.000 laki-laki.
Muncul pertanyaan, apa sebenarnya yang memantik terjadinya tragedi Perang Salib? Menurut para peneliti, rupanya perang suci ini tidak hanya dilatarbelakangi oleh masalah agama. Berikut ini adalah penjelasan lengkapnya:
ADVERTISEMENT

Ketegangan Agama di Balik Perang Salib

Suasana Gereja Makam Suci di Kota Tua Yerusalem. Selasa (22/3). Foto: REUTERS/Ammar Awad
Melansir jurnal Perang Salib: Telaah Historis dan Eksistensinya tulisan Tasmin Tangngareng (2014), di masa pemerintahan Bani Saljuk, kebebasan umat Kristen untuk berziarah ke Yerusalem diperketat.
Padahal sebelumnya pemerintahan Bani Fatimiyah memberi kebebasan kepada mereka. Perubahan kebijakan ini kemudian menyulut semangat umat Kristani untuk merebut tanah suci dari tangan kaum Muslimin.

Faktor Politik

Mengutip Kebijakan politik Nuruddin Zanki dalam Perang Salib II dan perannya dalam mengukuhkan Madzhab Sunni di Syria tulisan Moch Iqbal Ibnu Zena (2017), saat itu sistem pemerintahan Eropa menggunakan sistem feodal. Artinya, kedudukan seseorang dalam pemerintah dan masyarakat dipengaruhi oleh seberapa luas tanah yang dikuasai.
Ketika Perang Salib diserukan, para bangsawan dan tentara melihat peluang untuk mendapatkan tanah. Alhasil mereka pun menyambut seruan Paus Urbanus II dan berpartisipasi dalam perang. Harapannya tentu saja agar mereka dapat mendirikan kekuasaan baru di wilayah Timur.
ADVERTISEMENT

Faktor Sosial

Ilustrasi Perang Salib. Foto: Unsplash
Faktor sosial ini masih terkait dengan sistem pemerintahan feodal yang dianut Eropa. Tasmin Tangngareng (2014: 57), menyebut kala itu masyarakat dibagi menjadi tiga kelas, yakni kaum gereja, kaum bangsawan, dan rakyat jelata. Rakyat jelata ini jumlahnya paling banyak namun hidupnya sangat mlarat. Mereka harus tunduk kepada tuan tanah.
Shallabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Daulah Bani Saljuk menulis Paus menjanjikan bahwa mereka akan dibebaskan dari kewajiban-kewajiban terhadap tuan tanah.
Mereka juga diiming-imingi dengan berbagai kemakmuran di wilayah Islam jika bersedia ikut dalam Perang Salib. Akibatnya para rakyat jelata ini secara antusias melibatkan diri dalam perang.

Faktor Ekonomi

Mengutip jurnal Perang Salib dalam Bingkai Sejarah tulisan Syamzan Syukur (2011), Perang Salib juga tidak lepas dari keinginan bangsa Barat untuk menguasai perdagangan di kawasan Laut Tengah.
ADVERTISEMENT
Mereka ingin menjadikan wilayah tersebut sebagai sentral perdagangan Barat di Timur. Kawasan ini memang sangat strategis sebagai pintu perluasan perdagangan ke arah timur melalui Laut Merah.
Selain itu, dalam buku Atlas Perang Salib, Al-Maghluts mengungkapkan bahwa pada akhir abad ke 11, kondisi ekonomi Eropa sangat buruk. Perancis dilanda bencana kelaparan sebelum Perang Salib pertama. Perang Salib kemudian membuka kesempatan bagi masyarakat yang kesusahan untuk membebaskan diri dari kemiskinan.
(ERA)