Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Macam-macam Hadits Dhaif dan Hukum Berhujjah Dengannya
10 Mei 2021 12:37 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, hadits memegang kedudukan sebagai sumber hukum kedua setelah Alquran. Menurut ulama ushul fiqih, hadits adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang bisa dijadikan dalil hukum syara.
ADVERTISEMENT
Dari segi kualitasnya, hadits dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu hadits shahih, hasan, dan dhaif. Mengutip jurnal Macam-Macam Hadits Dari Segi Kualitasnya oleh Sarbanun, syarat sebuah hadits dianggap shahih adalah sanadnya bersambung, periwayatnya selalu menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, dhabit (kuat hafalannya dan mampu menyampaikan hafalan kapan saja), tidak bertentangan dengan hadits lain, dan terhindar dari illat (kecacatan).
Hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih, perbedaannya adalah rawinya tidak kuat hafalannya. Sementara itu hadits dhaif secara bahasa artinya hadits yang lemah.
Terdapat beberapa macam hadits dhaif yang perlu diketahui umat Muslim sebagai wujud kehati-hatian dalam beribadah. Apa saja?
Dhaif dari Sudut Sandaran Matannya
Dari sandaran matannya, hadits dhaif terbagi menjadi hadits mauquf dan maqthu. Hadits mauquf adalah hadits yang diriwayatkan dari para sahabat yang berupa perkataan, perbuatan dan taqrirnya. Sedangkan hadits Maqhtu diriwayatkan dari Tabi’in.
ADVERTISEMENT
Contoh hadits mauquf yaitu saat Ibnu Umar berkata, “Bila kau berada di waktu sore, jangan menunggu datangnya diwaktu pagi hari, dan bila kau berada diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu sore hari, Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu.” (Riwayat Bukhari).
Dhaif dari Sudut Matannya
Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh para perawi tsiqah (terpercaya), namun kandungan haditsnya bertentangan dengan yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat derajat ketsiqahannya.
Dhaif dari Sudut Sanad atau Matan
Kedhaifan suatu hadits terkadang terjadi pada sanad atau matannya. Mengenai hal ini, hadits dhaif dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Hadits Maqlub, yang sanad atau matannya berubah karena ada lafal yang mestinya diakhirkan namun didahulukan, atau sebaliknya. Ini disebabkan oleh kurang kuatnya hafalan perawi.
ADVERTISEMENT
Contohnya hadits Muslim dari Abu Hurairah r.a yang artinya: “... dan seseorang yang bersedekah dengan sesuatu yang sedekah yang disembunyikan, hingga tangan kanannya tak mengetahui apa-apa yang telah dibelanjakan oleh tangan kirinya”.
Terjadi pemutarbalikan dengan hadits riwayat Bukhari atau riwayat Muslim sendiri pada tempat lain yang berbunyi, “(hingga tangan, kirinya tak mengetahui apa-apa yang dibelanjakan tangan kanannya.)”.
Tukar menukar pada sanad juga bisa terjadi, contohnya rawi Ka’ab bin Murrah menjadi Murrah bin Ka’ab.
2. Hadits Mudraf, hadits yang di dalamnya terdapat sisipan atau tambahan.
3. Hadits Mushahhaf. Terdapat perbedaan dengan hadits yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena di dalamnya terdapat beberapa huruf, lafadz, atau makna yang diubah. Akibatnya maksud hadits menjadi jauh berbeda dari makna semula.
ADVERTISEMENT
Dhaif dari Sudut Matan dan Sanadnya
Yang termasuk hadits dhaif dari sudut matan dan sanad adalah hadits maudhu. Yakni hadits yang disanadkan dari Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal sang Rasul tidak pernah mengatakan, melakukan, dan menetapkannya.
Yang kedua adalah hadits munkar, hanya diriwayatkan oleh perawi yang lemah dan bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya.
Dhaif dari Segi Persambungan Sanadnya
Kategori hadits yang dhaif menurut persambungan sanadnya, yaitu:
ADVERTISEMENT
Hukum Berhujjah Menggunakan Hadits Dhaif
Terdapat perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya berhujjah dengan hadits dhaif. Ada ulama yang melarangnya secara mutlak, ada pula yang membolehkan dengan syarat tertentu. Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan boleh berhujjah dengan hadits dhaif untuk keutamaan amal, asalkan memenuhi syarat berikut:
(ERA)