Konten dari Pengguna

Mengapa Cengkih Memiliki Nilai yang Tinggi di Masa Lampau? Ini Alasannya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
10 Desember 2023 12:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Petani mengeringkan cengkih yang telah dipanen. Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
zoom-in-whitePerbesar
Petani mengeringkan cengkih yang telah dipanen. Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
ADVERTISEMENT
Cengkih merupakan salah satu komoditi yang melimpah di Indonesia. Tahukah Anda mengapa cengkih memiliki nilai yang tinggi di masa lampau?
ADVERTISEMENT
Ternyata, tingginya nilai cengkih disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya yaitu permintaan (demand) masyarakat terhadap cengkih lebih tinggi dibandingkan ketersediaannya (supply).
Bahkan, para pedagang internasional pun memburu jenis rempah ini sampai ke Nusantara. Dijelaskan dalam laman Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, satu penjelajah asal Portugis, Vasco Da Gama, berhasil menemukan ketersediaannya di beberapa wilayah di Indonesia.
Di samping permintaannya yang banyak, ternyata ada penyebab lain mengapa cengkih memiliki nilai yang tinggi di masa lampau. Apa saja? Simak selengkapnya dalam artikel berikut ini.

Alasan Cengkih Memiliki Nilai yang Tinggi

Warga memilah cengkih di Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu (27/7). Foto: ANTARA FOTO/Siswowidodo
Cengkih merupakan salah satu rempah-rempah yang khas di Indonesia. Jenis rempah ini biasa digunakan dalam proses pembuatan rokok kretek dan aromaterapi di beberapa wilayah.
ADVERTISEMENT
Persebarannya di Indonesia cukup luas. Seorang pedagang Venesia bernama Nicolo Conti meyakini bahwa cengkeh berasal dari Pulau Banda dan pulau-pulau lain di sekitarnya.
Sementara ahli botani menyatakan bahwa cengkeh berasal dari kepulauan Maluku meliputi Pulau Ternate, Tidore, Makian, Moti, Weda, Maba, Bacan, dan Pulau Rote di selatan. Karena persebaran yang luas ini, persediaan atau stok cengkih pun meningkat.
Hal ini selaras dengan permintaannya yang jauh melesat. Tidak hanya pedagang Indonesia, pedagang dari negara lain seperti Portugis, China, Arab, dan India pun berbondong-bondong datang ke Indonesia untuk membeli rempah ini.
Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Summa Oriental que trata do Mar Roxo ate aos Chins (Ikhtisar Wilayah Timur: dari Laut Merah hingga negeri China) pernah menuliskan:
ADVERTISEMENT
“Para Pedagang Melayu berkata bahwa Tuhan telah menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk pala, dan Maluku untuk cengkih. Barang dagangan ini tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia kecuali di ketiga tempat ini. Saya telah bertanya kepada banyak orang dengan sangat cermat dan sabar, mengenai apakah ketiga komoditas tersebut dapat ditemukan di tempat lain, dan semua orang menjawab tidak.”
Hal ini membuktikan bahwa cengkih amat terkenal pada masa itu. Bahkan disebutkan bahwa pada zaman penjajahan cengkeh merupakan komoditi yang lebih berharga daripada emas.
Pekerja menjemur cengkih di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawaesi Selatan, Kamis (3/9/2020). Foto: Arnas Padda/Antara Foto
Ketika Konstantinopel runtuh pada tahun 1453, jalur perdagangan rempah dari Asia Selatan terputus. Akibatnya harga cengkeh semakin meroket. Ekspedisi untuk mendapatkan rempah pada abad ke-16 bisa mendatangkan keuntungan hingga 400%.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, kekayaan alam ini belum bisa dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat pribumi. Alhasil, VOC pun memonopoli perdagangan cengkih di Nusantara demi meraup keuntungan yang besar.
Itulah yang menjadi alasan VOC menempatkan markas besarnya di Ternate selama tiga periode, yaitu pada masa jabatan Gubernur Jenderal Pieter Both (1610–1614), Gerard Reynst (1614–1615), hingga Dr. Laurens Learel (1615–1619).
(MSD)