Konten dari Pengguna

Mengenal Apa itu Manhaj Salaf dan Dalil yang Memperkuatnya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
10 Februari 2021 18:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrsi Alquran. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrsi Alquran. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Beberapa umat Islam mungkin belum mengetahui apa yang dimaksud manhaj salaf, meskipun istilah salafi mungkin telah akrab di telinga sebagian orang. Untuk memahaminya, perlu membedah arti manhaj dan salaf terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Mengutip jurnal Manhaj Salafiyah karya H. Muhammadin (2013:147), manhaj adalah ath-thariqah atau jalan yang ditempuh para sahabat Rasulullah SAW dalam memahami agama Allah. Sementara itu salaf secara bahasa artinya yang terdahulu atau mendahului.
Yazid bin Abduk Qadir Jawas (2006: 18) dalam Syarah Aqidah Ahlul Sunnah wal Jama’ah mengatakan bahwa dari segi zaman, kata salaf digunakan untuk merujuk kurun waktu yang lebih patut dicontoh dan diikuti, yaitu tiga generasi pertama dalam Islam.
Ada tiga komponen utama As-Salaf, yaitu:
ADVERTISEMENT
Dari penjabaran di atas, dapat dipahami bahwa manhaj salaf adalah jalan yang ditempuh berdasarkan pemahaman para sahabat Rasulullah SAW.

Mengapa Menjadikan As-salaf Sebagai Rujukan?

Ilustrasi Muslim. Foto: AFP
Mengapa mempelajari agama Islam dari golongan-golongan tersebut lebih diutamakan? Mengutip dari buku Mengenal Manhaj Salaf untuk Pemula karya Abu Maryam Kautsar Amru, alasannya adalah karena mereka lebih memahami apa yang Nabi Muhammad SAW sabdakan karena sezaman atau dekat jaraknya dengan zaman Rasul.
Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri menyebutkan keunggulan tiga umatnya tersebut. “Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya” (HR. Bukhari-Muslim).
Melansir jurnal Salafiyah: Sejarah dan Konsepsi tulisan Muhammad Imdad Robbani (2017: 246), hadits tersebut mengharuskan umat Islam untuk meneladani dan berpegang teguh pada kaidah-kaidah yang disepakati para salaf guna memahami teks dalam persoalan akidah maupun amaliah, serta menolak apa saja yang bertentangan dengan hal tersebut yang dibuat-buat oleh ahli bid’ah dan kesesatan.
Rakyat Afghanistan saat protes terhadap presiden Prancis Emmanuel Macron mengomentari Nabi Muhammad, di pinggiran Jalalabad di provinsi Nangerhar, Afghanistan (30/10). Foto: Parwiz/REUTERS
Muncul lagi pertanyaan, mengapa tidak cukup meneladani Rasulullah dalam menjalani ibadah? Abu Maryam Kautsar Amru menjelaskan bahwa pada zaman Rasulullah belum terjadi perpecahan umat atau penyimpangan karena beliau akan langsung meluruskannya.
ADVERTISEMENT
Namun Nabi Muhammad SAW telah mengetahui bahwa sepeninggal dirinya, perpecahan pasti terjadi. Oleh sebab itu, beliau meninggalkan suatu wasiat. Dari Abdullah bin Amr rodhiyalloohu’anhu ia berkata Rasulullah SAW bersabda:
“Umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, seluruhnya masuk neraka, kecuali satu golongan”.
Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”
Rasulullah menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran agama, yang aku dan para sahabatku berada di atasnya” (HR. At Tirmizi dan Al Hakim).
Dalam konteks saat ini, salafi merujuk pada orang-orang yang mencoba memurnikan kembali ajaran yang telah dibawa Rasulallah serta menjauhi berbagai bentuk bid’ah, khurafat, syirik dalam agama Islam.
(ERA)
ADVERTISEMENT