Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Bahtsul Masail beserta Tugasnya dalam Menentukan Hukum Islam
21 Desember 2021 15:29 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bahtsul Masail adalah lembaga pengkajian masalah agama yang dibentuk oleh Nahdlatul Ulama (NU). Lembaga ini turut mengambil keputusan dalam pengkajian hukum Islam mencakup persoalan fiqih, tauhid, dan tasawuf.
ADVERTISEMENT
Ditinjau dari sisi historis dan operasionalitasnya, Bahtsul Masail merupakan lembaga yang sangat dinamis. Lembaga ini memiliki wawasan yang luas dan menganut asas demokratis yang kuat.
Dikutip dari jurnal berjudul Istinbat Hukum oleh Lajnah Bahtsul Masa'il Nahdlatul Ulama (LBM-NU) dan Pengaruhnya Terhadap Hukum Islam di Indonesia oleh Muhammad Awwaludin, persoalan yang dikaji oleh Bahtsul Masail selalu mengikuti perkembangan zaman.
Hukum yang dibahas tidak ada dominasi mazhab dan selalu sepakat dalam khilaf. Agar lebih mengenalnya, berikut penjelasan tentang lembaga Bahtsul Masail lengkap dengan tugasnya.
Lembaga Bahtsul Masail dan Tugasnya
Di kalangan NU, Bahtsul Masail merupakan tradisi intelektual yang sudah berlangsung sejak lama. Lembaga ini menjadi forum hukum yang telah hidup di tengah masyarakat Muslim Nusantara.
Di pondok pesantren, Bahtsul Masail menjadi salah satu forum diskusi yang sering dilakukan oleh para santri. Tujuannya untuk memecahkan sebuah masalah, baik yang sudah terungkap dalam tabir kitab salaf ataupun yang belum ditetapkan hukumnya.
ADVERTISEMENT
Menilik sejarah pembentukannya, ternyata Bahtsul Masail sudah direkomendasikan sejak tahun 1989 melalui muktamar ke-18. Kala itu, komisi I memberikan rekomendasi kepada PBNU untuk mendirikan “Lajnah Bahtsul Masail Diniyah” sebagai lembaga permanen yang khusus menangani persoalan keagamaan.
Hal ini didukung oleh halaqah yang diadakan di Pesantren Mamba’ul Ma’arif, Denanyar Jombang pada 26-28 Januari 1990. Halaqah tersebut menyetujui tugas Bahtsul Masail untuk melakukan ijtihad jama’iy (ijihad kolektif).
Selanjutnya, tugas Bahtsul Masail pun diatur dalam ART NU. Lembaga ini bertugas menghimpun, membahas, dan memecahkan masalah-masalah mawquf dan waqi’iyyah yang harus segera mendapat kepastian hukum.
Seperti disebutkan di awal, keputusan yang diambil oleh Bahtsul Masail selalu sepakat dalam khilaf. Maksudnya, melalui keputusan Bahtsul Masail, NU sepakat untuk tetap memberlakukan perkara khilafiyah dalam hukum Islam.
Sebagai contoh, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status hukum bunga bank. Dalam memutuskan masalah krusial ini, tidak pernah ada kesepakatan di dalamnya. Ada yang mengatakan halal, haram dan juga subhat.
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi sampai Muktamar NU tahun 1971 di Surabaya diselenggarakan. Muktamar tersebut tidak mengambil sikap. Keputusannya masih sama yakni halal, haram dan subhat.
Ini sebetulnya merupakan langkah antisipatif NU. Sebab, sejatinya orang tidak bisa menghindar dari persoalan bank. Dalam hal ini, NU mengatakan bahwa perkara khilafiyah dalam hal apapun, termasuk bunga bank, sebaiknya dikembalikan pada madzhab yang dianut.
Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Buya Yahya dalam ceramah singkatnya di Channel YouTube Al-Bahjah TV. Beliau menuturkan:
“Untuk mempermudah dalam mengambil dan mengamalkan hukum Islam, ambilah yang sesuai dengan madzhab Anda. Di Indonesia Syafi’i, ya ambil Madzhab Syafi’i. Karena sejatinya semua ulama madzhab itu dekat dengan sunnah”.
(MSD)