Konten dari Pengguna

Mengenal Cheng Beng, Tradisi Penghormatan Leluhur Masyarakat Tionghoa

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
30 Maret 2021 14:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang ibu keturunan etnis Tionghoa menyambangi pemakaman anggota keluarganya  Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Seorang ibu keturunan etnis Tionghoa menyambangi pemakaman anggota keluarganya Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 4 atau 5 April, masyarakat Tionghoa akan melaksanakan ritual Cheng Beng atau Qing Ming. Di hari itu, keluarga membersihkan makam leluhur dan kerabat sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka. Tak jarang mereka berbondong-bondong kembali ke kampung halaman untuk melakukan adat khusus ini.
ADVERTISEMENT
Tradisi membersihkan dan menghias makam ini memiliki filosofi tersendiri. Mengutip jurnal Tradisi Cheng Beng pada Etnis Tionghoa di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang karya Bangun Yermia dan T. Andayani (2020), masyarakat Tionghoa percaya bahwa apabila makam tampak elok, rumah leluhur di langit juga akan terlihat indah.
Cheng Beng sarat akan simbol-simbol yang memiliki makna khusus. Untuk menambah pengetahuan, yuk simak penjelasan mengenai tradisi masyarakat Tionghoa ini.

Cheng Beng, Bentuk Pengabdian Kepada Leluhur

Ilustrasi bunga krisan di pemakaman Foto: Shutter Stock
Cheng Beng merupakan bentuk pengabdian seseorang kepada leluhur yang telah meninggal. Menurut kepercayaan, kesejahteraan roh-roh leluhur tergantung dari penghormatan dan persembahan yang diberikan oleh keturunan-keturunan yang masih hidup. Oleh sebab itu seluruh keluarga dan sanak saudara diharuskan ikut serta memberi penghormatan saat Cheng Beng berlangsung.
ADVERTISEMENT
Mengutip jurnal Makna Upacara Cheng Beng Pada Masyarakat Etnis Tionghoa di Medan tulisan Agung Suharyanto dkk (2018), sehari sebelum mengunjungi makam, etnis Tionghoa mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan dan memasak makanan untuk dipersembahkan kepada leluhur.
Makam kemudian dibersihkan, khususnya oleh generasi muda sebagai bentuk pembelajaran agar terbiasa mengenang jasa leluhur yang telah wafat. Setelah bersih, proses selanjutnya adalah menyusun lilin (lak cek), tempat dupa (hiolo), dupa (hio), serta persembahan berupa makanan dan minuman yang dahulunya sangat digemari oleh leluhur.
Warga keturunan Tionghoa melakukan ibadah sembahyang di kawasan Klenteng Petak Sembilan, Jakarta, Jumat (12/2). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Kertas lima warna (go sek cua) ditancapkan di sekeliling makam. Setiap warna memiliki makna tersendiri. Merah melambangkan kebahagiaan, emas melambangkan keberuntungan, hijau melambangkan kesehatan dan kemakmuran, biru melambangkan kematian, dan putih melambangkan kemurnian.
ADVERTISEMENT
Prosesi selanjutnya adalah sembahyang. Masing-masing anggota keluarga memanjatkan doa dengan menyalakan dupa (hio) agar arwah leluhur tenang di alam baka dan senantiasa bersama mereka selamanya untuk menjaga dan memberi berkat yang melimpah.
Uang arwah dibakar sebagai bentuk persembahan pada leluhur dan dewa Foto: Shutter Stock
Mereka kemudian mempersembahkan barang-barang seperti baju, sepatu, uang akhirat yang terbuat dari kertas atau disebut Kimcua dan Gincua dengan cara dibakar.
Menurut kepercayaan, barang-barang tersebut akan digunakan oleh roh leluhur untuk memenuhi kebutuhannya di akhirat hingga perayaan Cheng Beng tahun berikutnya. Sebagai penutup, setiap anggota keluarga berpamitan di depan makam.
Melansir Chinese Indonesian Heritage Center, Cheng Beng dirayakan pada tanggal 4 atau 5 April setiap tahun. Tapi menurut tradisi, ritual bisa dilakukan kapan saja hingga 10 hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
(ERA)