Konten dari Pengguna

Mengenal Mnemonik PQRST Nyeri dalam Pengkajian Asuhan Keperawatan

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
24 Agustus 2022 13:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi nyeri. Foto: bluedog studio/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi nyeri. Foto: bluedog studio/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah pengkajian nyeri kronik yang digunakan sebagai teknik pemahaman tentang definisi dan mekanisme timbulnya rasa nyeri. Dalam bahasa Inggris, nyeri disebut sebagai ‘pain’ yang berasal dari bahasa Latin ‘poena’ yang berarti hukuman.
ADVERTISEMENT
International Association for Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadi kerusakaan aktual maupun potensial. Berdasarkan durasinya, nyeri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik.
Nyeri akut biasanya disebabkan oleh stimulasi yang berasal dari kerusakan jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal pada otot dan organ. Sementara nyeri kronik adalah nyeri dengan durasi dan intensitas tertentu yang menyebabkan gangguan fungsi dan rasa nyaman pada pasien.
Pengkajian nyeri kronik bisa dilakukan dengan metode mnemonik PQRST nyeri. Bagaimana penerapannya dalam asuhan keperawatan?

Mnemonik PQRST Nyeri

Mengutip buku Adaptasi Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan di Era Pandemi Covid-19 karya Ardi Findyartini (2020), mnemonik PQRST nyeri lebih berfokus pada aspek biologis. Metode pengkajian ini sudah sering digunakan dalam pendidikan profesi kesehatan.
Ilustrasi nyeri Foto: wikimedia.org
Bahkan, akreditasi rumah sakit di Indonesia juga merekomendasikannya sebagai teknik pengkajian utama dalam fasilitas kesehatan. Mnemonik PQRST nyeri terdiri dari 5 indikator utama, yaitu Provokes and Palliate, Quality, Region and Radiation, Severity, dan Time.
ADVERTISEMENT
Kelima indikator tersebut dapat membantu perawat menentukan rencana intervensi yang sesuai. Dirangkum dari buku Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan karya Muttaqin (2011), berikut penjelasan lengkapnya:

1. Provokes and Palliate (faktor pencetus)

Pengkajian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang menjadi predisposisi nyeri. Perawat akan mengkaji penyebab atau stimulus nyeri yang dirasakan oleh pasien. Kemudian, ia akan menanyakan bagaimana peristiwa yang menyebabkan nyeri dan faktor apa saja yang dapat mengurangi nyeri.

2. Quality (kualitas)

Pengkajian Quality dilakukan dengan menilai bagaimana rasa nyeri dapat dirasakan secara subjektif oleh pasien. Hal ini berlaku jika pasien dalam keadaan sadar dan dapat mengutarakan rasa nyeri yang dialaminya. Namun, perlu diingat bahwa pain tolerance setiap pasien bisa berbeda-beda.

3. Region and Radiation (lokasi dan radiasi)

Pengkajian dilakukan dengan menganalisis lokasi nyeri dan radiasinya. Pasien akan diminta menunjukkan area tubuh yang terasa sakit akibat luka lebam, sayatan, luka dalam, dan lain-lain. Dalam hal ini, nyeri yang bersifat difus (menyebar) akan sulit untuk diidentifikasi.
Ilustrasi nyeri. Foto: Shutterstock

4. Severity (keparahan)

ADVERTISEMENT
Tingkat keparahan pasien terhadap rasa nyeri termasuk indikator yang paling subjektif. Pada pengkajian ini, pasien akan diminta menggambarkan rasa nyeri dalam kategori ringan, sedang, atau berat.

5. Time (durasi)

Pengkajian ini dilakukan dengan menganalisis durasi dan rangkaian nyeri yang dirasakan oleh pasien cedera kepala. Perawat atau tenaga kesehatan akan menanyakan pasien kapan nyeri tesebut mulai dirasakan.
(MSD)