Mengenal Tradisi Malam 1 Suro yang Biasa Dilakukan Masyarakat Tanah Jawa

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
9 Agustus 2021 9:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Abdi dalem dan keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo mengarak pusaka saat kirab Peringatan Malam 1 Suro keraton setempat di Solo, Jawa Tengah, Rabu (12/9). Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
zoom-in-whitePerbesar
Abdi dalem dan keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo mengarak pusaka saat kirab Peringatan Malam 1 Suro keraton setempat di Solo, Jawa Tengah, Rabu (12/9). Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
ADVERTISEMENT
Tahun baru Islam jatuh pada 1 Muharram 1443 H atau bertepatan dengan 9 Agustus 2021 petang di Indonesia. Berdasarkan sejarah, banyak peristiwa penting terjadi pada momen ini, salah satunya hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
ADVERTISEMENT
Karena momen penting itu, berbagai perayaan kerap dilangsungkan untuk memeriahkan pergantian tahun baru Islam. Di Indonesia, khususnya tanah Jawa, masyarakat turut memeriahkannya dengan berbagai adat dan tradisi.
Adat dan tradisi tersebut biasa dilakukan pada malam 1 suro. Penasaran apa saja? Simak informasi selengkapnya di bawah ini.

Tradisi Malam 1 Suro di Tanah Jawa

Perayaan malam 1 suro merupakan momen spiritual penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Sebagian besar masyarakat Jawa memandang malam pergantian tahun hijriah tersebut sebagai peristiwa yang sakral.
Mengutip buku Pesona Indonesia oleh Anita Chairul Tanjung, tradisi ini bermula pada masa Sultan Agung sekitar tahun 1613-1645. Saat itu, masyarakat banyak mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwarisi oleh tradisi Hindu.
ADVERTISEMENT
Hal ini bertentangan dengan kebijakan Sultan Agung yang menggunakan sistem kalender Hijriah sesuai ajaran Islam. Lantas, Sultan Agung berinisiatif untuk memperluas ajaran Islam di tanah Jawa dengan menggunakan metode perpaduan tradisi Jawa dan Islam.
Sebagai dampak akulturasi tersebut, dipilihlah tanggal 1 Muharam yang kemudian ditetapkan sebagai tahun baru Jawa. Hingga saat ini, tradisi malam Satu Suro selalu digulirkan oleh mayoritas masyarakat Jawa.
Waris perempuan memeriksa tambahan keris sebagai pusaka yang melengkapi "rukun yang lima", cincin dan sapu tangan dalam rangkaian pelaksanaan "gawai" (ritual pernikahan. Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO
1. Tradisi Tapa Bisu Mubeng Beteng
Tradisi tapa bisu mubeng beteng biasa dilakukan masyarakat Yogyakarta tiap malam 1 Suro. Mubeng beteng atau berjalan mengelilingi benteng Keraton Kasultanan Yogyakarta adalah tradisi yang terbuka untuk umum.
Mengutip buku Wisata Ziarah oleh Gagas Ulung, syarat mengikuti tradisi ini adalah peserta harus diam, tidak berkata- kata, berjalan kaki memutari benteng kurang lebih 5 km sebanyak sekali, tiga kali ataupun lebih asalkan dalam jumlah ganjil. Tujuannya untuk mendengarkan suara hati dan nurani.
ADVERTISEMENT
Pada hari hari biasa, pojok beteng dan Istana Keben hanya didatangi kurang lebih 30 orang, dan di hari libur sekitar 100-200 orang. Tapi di malam 1 Suro, pengunjung biasanya mencapai ribuan orang, baik yang berasal dari Jogja maupun luar kota.
Tidak ada aturan tertentu untuk mengikuti tradisi mubeng beteng. Namun, dibutuhkan stamina yang lebih agar kuat berjalan sejauh 5 km mengelilingi benteng keraton.
Prosesi dimulai pada pukul 24.00 WIB. Selama prosesi tapa bisu mubeng beteng, pihak keraton akan memberikan air minum gratis, membuka Istana Kebenan untuk umum, parkir gratis, pengawalan dari keamanan internal keraton bersama polisi. dan menyediakan mobil ambulan gratis.
Kawanan Kerbau Bule keturunan Kerbau Pusaka Keraton Kyai Slamet membuka jalan bagi rombongan Kirab Peringatan Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, di Solo. Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Tradisi Kirab Kebo

Perayaan malam 1 suro di Solo biasanya dimeriahkan dengan tradisi kirab kebo. Jenis kebo yang digunakan dalam kirab ini biasanya khas, berupa kebo bule.
ADVERTISEMENT
Kehadiran kebo bule tersebut menjadi daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam 1 Suro. Mengutip Majalah Pelestarian Budaya Adiluhung, kebo bule ini memiliki nama dan konon dianggap sebagai hewan keramat oleh masyarakat setempat.
Kirab dilakukan dengan berjalan menuju arah timur melewati Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, lalu Jalan Slamet Riyadi, hingga bunderan Gladag dan kembali lagi menuju keraton. Ratusan orang yang berkumpul serempak menunggu kerbau dan benda pusaka milik keraton yang akan melintas.
Setelah itu, mereka berebut sesaji yang dibagikan oleh pihak keraton. Sebagian warga meyakini bahwa sesaji pada malam 1 Suro dipercaya bisa memberikan keselamatan dan berkah.

Tradisi Ngumbah Keris

Tradisi ngumbah keris banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Blora. Tradisi ini dilakukan dengan cara mencuci keris atau benda pusaka peninggalan lain nenek moyang di bulan suro.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan informasi laman Kabupaten Blora, masyarakat percaya bahwa benda peninggalan seperti keris, mata tombak dan lainnya memiliki kekuatan ghaib, sehingga harus dirawat agar mendapatkan keselamatan, perlindungan, dan ketentraman. Di malam 1 suro, masyarakat biasa melakukan ritual ngumbah keris dengan bantuan seorang tenaga ahli khusus.
(MSD)