Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Mengenang 33 Tahun Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987
19 Oktober 2020 12:46 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tragedi tersebut menewaskan 153 orang dan sebagian dari mereka meninggal dengan kondisi tubuh yang mengenaskan. Ini menjadikan Tragedi Bintaro sebagai kecelakaan kereta api terburuk dalam sejarah Indonesia.
Ada beberapa fakta lain yang juga perlu diketahui dari insiden tersebut. Berikut adalah kilas balik Tragedi Bintaro:
Disebabkan oleh Human Error
Senin pagi, 19 Oktober 1987, Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Kebayoran mengabarkan bahwa KA 220 akan berangkat dari Stasiun Kebayoran menuju Stasiun Sudimara.
Di stasiun Sudimara, ketiga lajur kereta telah terisi. Di lintasan tiga, ada rangkaian KA 225 dan jalur itu akan dilewati kereta KA 220.
PPKA Sudimara pun meminta persilangan kereta dilakukan di Stasiun Kebayoran. PPKA Kebayoran pun menyanggupinya. Namun, masalah komunikasi terjadi ketika PPKA Kebayoran mengalami pergantian shift. PPKA yang baru ini tidak memahami rencana tersebut.
ADVERTISEMENT
PPKA Kebayoran yang baru ini mengabarkan bahwa KA 220 telah berangkat. Akhirnya petugas pun berencana mengarahkan KA 225 ke lintasan satu. Namun, masinis KA 225 justru membawa kereta bergerak meninggalkan Stasiun Sudimara.
Petugas pun langsung berlari mengejar kereta sambil meniup peluit agar kereta berhenti. Namun, masinis tidak mendengar peluit tersebut.
Kecelakaan Menewaskan 153 orang
Saat itu, KA 225 melaju dengan kecepatan 45 kilometer/jam, sedangkan KA 220 bergerak dengan kecepatan 25 kilometer/jam. Tabrakan tidak dapat dihindari. Kejadian ini menewaskan 153 orang dan menyebabkan 300 orang lainnya luka-luka.
Pihak-pihak yang Diadili
Empat petugas kereta api yang bertugas saat peristiwa naas itu terjadi diadili. Mereka adalah masinis KA 225 Slamet Suradio, PPKA Stasiun Kebayoran Jamhari, PPKA Stasiun Sudimara Umriyadi, dan kondektur KA 225 Adung Syafei.
ADVERTISEMENT
Slamet divonis lima tahun penjara, Adung Syafei dihukum 2,5 tahun penjara, sementara Umriyadi dan Jamhari masing-masing dihukum 10 bulan penjara.
Parlemen sempat meminta pertanggungjawaban Menteri Perhubungan Roesmin Nurjadin. Namun, Roesmin menolak untuk mundur dari jabatannya.
Tragedi Bintaro ini juga menunjukkan kelemahan dalam sistem perkeretaapiaan Indonesia saat itu. Beberapa yang disoroti adalah jumlah penumpang yang melebihi kapasitas dan sistem komunikasi yang tidak memiliki standardisasi sehingga dapat menyebabkan miskomunikasi.
(ERA)