Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menilik Masa Perjuangan Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Pemerintah Belanda
12 Agustus 2021 12:30 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perlawanan rakyat Maluku dikenal sebagai salah satu peristiwa luar biasa dalam sejarah Tanah Air. Perlawanan ini didasari oleh kekhawatiran rakyat terhadap timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku RPUL Plus SD Kelas 3, 4, 5, & 6: Rangkuman Pengetahuan Alam Lengkap Plus Sisipan Nilai Islami tulisan Dhiyaulhaq (2015), Belanda menjalankan praktik-praktik lama yang pernah dijalankan VOC, yakni pelayaran Hongi.
Selain itu, Belanda juga membebani kewajiban berat kepada rakyat Maluku, di antaranya mengadakan kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Mereka yang melanggar akan diberikan tindakan tegas oleh Belanda .
Lantas, seperti apa perjuangan rakyat Maluku pada masa pemerintahan kolonial Belanda? Simak pembahasan singkatnya berikut ini.
Masa Perjuangan Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Pemerintah Belanda
Seperti yang disebutkan di awal, perlawanan rakyat Maluku dipicu oleh tindakan Belanda yang kejam. Menurut Drs. Prawoto, M. Pd. (2007) dalam bukunya yang berjudul Sejarah 2, pemerintah Belanda melangsungkan pelayaran Hongi, yakni pelayaran ke berbagai wilayah di Maluku untuk memusnahkan tanaman-tanaman cengkih.
ADVERTISEMENT
Pelayaran Hongi dilancarkan agar produksi cengkih terbatas dan harganya tetap tinggi. Apabila produksi cengkih melebihi yang dibutuhkan oleh dunia, maka harganya menjadi murah.
Sehingga keuntungan yang didapatkan oleh VOC semakin sedikit. Karena itulah, pemerintah Belanda gencar memusnakan tanaman cengkih.
Pemimpin masyarakat Hitu, Kakiali berusaha melawan monopoli VOC dengan menyelundupkan cengkih. Orang-orang Hitu juga membangun benteng-benteng di pedalaman. Ketika Kakiali ditangkap pada 1634, orang-orang Hitu lari ke benteng mereka.
Tiga tahun kemudian, Gubernur Jenderal VOC, Antonio van Diemen memimpin operasi militer sendirian ke Maluku. Pasukan Ternate berhasil diusir dan Kakiali dibebaskan guna mendapatkan simpati dari rakyat Hitu. Kendati demikian, Rakyat Hitu terus melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Pada 1638, Belanda berhasil mengadakan perdamaian dengan Sultan Ternate. Namun pada 1643, VOC kembali mengirimkan tentara ke Maluku dan berhasil membunuh Kakiali. Perlawanan rakyat Hitu terhadap VOC dilanjutkan di bawah pimpinan Telukabesi yang kemudian menyerah dan dibunuh pada 1646.
ADVERTISEMENT
Pada 14 Mei 1817, sejumlah pemuda dan penguasa desa menggelar pertemuan di Saparua. Mereka sepakat menghancurkan kekuasaan Kolonial Belanda di Kepulauan Maluku. Thomas Matulessy alias Pattimura menjadi sosok yang memimpin perlawanan tersebut.
Pattimura bersama tokoh-tokoh lainnya, seperti Christina Martha Tiahahu, Anthon Rhebok, Lycas Latumahina, dan Thomas Pattiwail menyerbu Benteng Guurstede pada 15 Mei 1817.
Serangan ini berhasil membuat Belanda kewalahan. Kemenangan rakyat Maluku mengobarkan semangat masyarakat di berbagai daerah untuk ikut berjuang mengusir Belanda. Di antaranya rakyat Hitu, Larike, Ambon, Seram, dan Haruku.
Belanda yang kesulitan segera mengirimkan 200 orang pasukan dari Ambon. Pasukan yang dipimpin oleh Mayor Beetjes dan Lain Ladd Munter Verbrugen ini datang dengan kapal-kapal sewaan dari Inggris serta persenjataan yang lengkap.
ADVERTISEMENT
Namun sebelum mendarat, rakyat Maluku sudah melangsungkan serangan pada Belanda sehingga Mayor Beetjes tewas dengan mengenaskan.
Mengutip buku Wahana Ilmu Pengetahuan Sosial yang ditulis oleh Tim Pena Cendekia, Belanda yang kalah dalam pertempuran berupaya menyiapkan strategi licik, yakni strategi pecah belah. Belanda mengumumkan akan memberikan hadiah bagi siapa pun yang menunjukkan tempat persembunyian Pattimura.
Atas laporan Raja Boi, Belanda berhasil menangkap Pattimura. Lalu pada 16 Desember 1817, Pattimura dijatuhi hukuman gantung di Benteng Nieuw Victoria. Tidak lama kemudian, Christina Martha Tiahahu dan 39 orang lainnya ditangkap dan diangkut ke Pulau Jawa menggunakan kapal.
Selama di perjalanan, Christina Martha Tiahahu melakukan gerakan tutup mulut dan mogok makan sehingga jatuh sakit. Pada 2 Januari 1818 ia meninggal dunia, jenazahnya dibuang di laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga.
ADVERTISEMENT
(GTT)