Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Misteri Gunung Emas dan Tragedi di Sungai Efrat Menjelang Kiamat
15 Maret 2021 18:28 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu pertanda datangnya kiamat adalah mengeringnya Sungai Efrat di Timur Tengah. Sungai yang mengalir dari Turki menuju Suriah dan Irak ini merupakan sumber penghidupan masyarakat yang ada di sekitarnya. Bahkan lembah sungai Efrat-Tigris telah menjadi saksi sejarah kemunculan peradaban pertama umat manusia.
ADVERTISEMENT
Apa jadinya jika sungai ini mengering? Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ketika mengering, sungai Efrat akan menyingkap gunungan emas yang selama ini tersembunyi di dalamnya. Beliau bersabda:
“Sudah dekat suatu masa di mana Sungai Efrat akan menjadi surut airnya, lalu tampak perbendaharaan daripada emas, maka barang siapa yang hadir di situ janganlah ia mengambil sesuatu pun daripada harta itu.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Namun alih-alih membawa kenikmatan, gunungan emas tersebut malah menyebabkan tragedi. Itulah mengapa pada hadits di atas, Rasulullah melarang umat-Nya untuk mengambil emas tersebut.
Mengutip jurnal Kaidah Dalam Interaksi dan Interpretasi Terhadap Nas-nas Tanda Hari Kiamat tulisan Lukmanul Hakim Sudahnan (2019: 80), dalam hadits Riwayat Muslim Rasulullah berkata:
ADVERTISEMENT
“Kiamat tidak akan terjadi hingga sungai Efrat mengering airnya hingga tersingkap gunung emas, maka manusia pun saling berperang untuk memperebutkannya, dan terbunuh 99 orang dari setiap 100, dan semua yang bertikai mengatakan: sayalah yang akan selamat (sehingga mendapatkan emas)”.
Pemaknaan tentang Hadits Keringnya Sungai Efrat Sebagai Tanda Kiamat
Mengutip buku Eksaktologi Islam 101: Sejarah Manusia Masa Depan karya Utomo Muhammad Isa (2016), ada yang berpendapat nubuat ini hanya dapat dipahami secara literal, yaitu merujuk pada emas sebagaimana mestinya.
Sedangkan dari Ibnu Katsir, selain arti tekstualnya, emas juga dapat dilihat sebagai kiasan dari minyak bumi. Sebab minyak juga dikenal dengan istilah Aż-Żahab Al-Aswad alias emas hitam.
Mereka yang mendukung pendapat ini didasari oleh kondisi saat ini di mana minyak bumi telah menjadi sumber daya yang diperebutkan. Ada pula yang menyebut interpretasi ini tertolak karena beberapa faktor. Mengutip Lukmanul Hakim Sudahnan (2019: 80), alasannya adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Menyeleweng dari makna lahir hadits dan tidak ada dalil atau indikasi yang “mewajibkan” untuk dimaknai di luar makna lahir tersebut.
2. Redaksi hadits mengatakan “jabal min żahab”. “Jabal” yang artinya gunung identik dengan benda yang keras dan padat, sangat berbeda dengan minyak yang sifatnya lembek dan cair. Apabila merujuk pada minyak, maka seyogyanya redaksi haditsnya menggunakan lafal “baḥr” (lautan) atau lafal yang semisalnya (Al-Mubayyadh, 1415 H).
3. Redaksi hadits menyatakan ada penyusutan air yang masif di sungai Efrat, sehingga “gunung emas” tersebut tampak dan menggelitik orang-orang untuk memperebutkannya. Hal ini berbeda dengan minyak, di mana minyak dikeluarkan dari dalam bumi dan membutuhkan peralatan yang berat dan sulit untuk mendapatkannya.
ADVERTISEMENT
---
Manusia pada akhirnya akan mengetahui maksud dari hadits ini ketika peristiwa tersebut telah menjadi kenyataan. Adapun hikmah yang dapat dipetik dari hadits tersebut adalah agar umat Islam tidak dibutakan oleh hal-hal duniawi hingga membahayakan diri sendiri dan orang lain.
(ERA)