Musafir Adalah Orang yang Melakukan Perjalanan, Ini Konsekuensi Ibadahnya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
4 Februari 2021 17:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi musafir. Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi musafir. Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Seorang musafir memiliki keistimewaan dalam melaksanakan ibadah. Ini terkait dengan kondisi dirinya yang sedang menempuh perjalanan jauh, sehingga Allah SWT menunjukkan kasih-Nya dengan memberi keringanan.
ADVERTISEMENT
Musafir berasal dari Bahasa Arab “safara” yang artinya bepergian. Tidak semua orang yang melakukan perjalanan dapat disebut musafir. Ini tergantung pada jenis perjalanan yang ditempuh. Pada zaman Rasulullah SAW, safar ditentukan berdasarkan waktu.
Ini juga menjadi perhatian kalangan mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Syafi’i, safar adalah keluarnya seseorang dari tempat tinggalnya dengan maksud melakukan perjalanan minimal selama dua hari. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi perjalanan ditempuh selama tiga hari.
Muhammad Bagir dalam Fiqih Praktis menulis bahwa seseorang yang dikategorikan musafir adalah mereka yang bepergian dalam jarak sekitar 80,6 km. Abdul Aziz Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam menjelaskan bahwa safar tidak mengurangi kecakapan seseorang dalam bertindak, tetapi mempunyai pengaruh terhadap ketentuan hukum suatu ibadah.
ADVERTISEMENT
Hukum tersebut berubah dari yang berat (azimah) menjadi hukum rukhshah.

Hukum Rukhshah

Ilustrasi sholat. Foto: Freepik
Jika azimah merupakan hukum syariat yang berlaku sejak semula, rukhshah adalah formulasi hukum yang telah berubah dari bentuk asalnya karena mempertimbangkan obyek hukum, situasi, dan kondisi.
Terdapat berbagai dalil yang menerangkan keringanan ibadah bagi para musafir. Salah satunya adalah Alquran surat an-Nisa ayat 101 yang artinya:
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar sembahyang (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu."
Dalam suatu hadits, ‘Aisayah berkata: “Aku pernah keluar melakukan umrah bersama Rasullah SAW di bulan Ramadhan, beliau SAW berbuka dan aku tetap berpuasa, beliau mengqashar sholat dan aku tidak. Maka aku berkata : Wahai Rasulullah! ayah dan ibuku, anda berbuka dan aku berpuasa, anda mengqashar dan aku tidak. Beliau menjawab: Kamu baik, wahai Aisyah.” (HR. Al-Daruquthuny).
ADVERTISEMENT
Melansir dari situs UIN Suska Riau, rukhshah yang diberikan ketika safar antara lain:
(ERA)