Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten dari Pengguna
Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan dalam KUHP beserta Contoh Kasusnya
12 Oktober 2022 14:29 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perbuatan tidak menyenangkan dikategorikan sebagai pasal karet dalam KUHP. Secara spesifik, perbuatan ini diatur dalam Pasal 335 ayat 1 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
"Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu rupiah, barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain."
Dijelaskan dalam buku Panduan Memahami Masalah Hukum di Indonesia susunan Boris Tampubolon (2019), suatu tindakan disebut sebagai perbuatan tidak menyenangkan apabila terdapat unsur pemaksaan/paksaan. Ini mencakup pemaksaan secara fisik ataupun psikis.
Kemudian, unsur kekerasan dan perbuatan buruk lainnya juga disebutkan dalam pasal tersebut. Agar lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang pasal perbuatan tidak menyenangkan selengkapnya untuk Anda.
Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan
Unsur utama dalam pasal perbuatan tidak menyenangkan adalah paksaan (dwingen). Aturan tentangnya telah dijelaskan dalam pasal 335 ayat 1 KUHP yang jika diuraikan mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Salah satu laporan polisi mengenai perbuatan tidak menyenangkan pernah terjadi di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Ini termuat dalam laporan kepolisian nomor: LP-B/638/XI/2013/Kepri/SPK-Res Tanjung Pinang tanggal 06 Nopember 2013 di Sentra Pelayanan Kepolisian Polres Tanjung Pinang.
Dijelaskan dalam buku Masalah Terkait Kredit Perbankan karya Febri Jaya, S.H (2019), laporan ini merupakan salah satu delik aduan yang diajukan oleh Musriani. Dalam laporan tersebut, Musriani mengadukan perbuatan debt collector BPR yang menggembok obyek hak tanggungan pelapor.
Dalam kasus ini, debt collector seharusnya tidak perlu khawatir akan dilaporkan ke pihak berwajib atas dasar perbuatan tidak menyenangkan. Hal ini karena Mahkamah Konstitusi dalam putusan nomor: 1/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa perbuatan tidak menyenangkan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena tidak dapat dinilai secara objektif.
ADVERTISEMENT
Rumusan perbuatan tidak menyenangkan cenderung bersifat bias, kabur, dan sangat subjektif. Semua tergantung pada penilaian korban atau orang yang merasa dijadikan sebagai korban.
Itu mengapa pasal perbuatan tidak menyenangkan dikategorikan sebagai pasal karet. Ini karena tidak ada pandangan objektif dan tidak memiliki indikator hukum yang jelas. Padahal dalam hukum pidana, segala sesuatu itu harus jelas rumusannya, objektif, dan tidak boleh multitafsir.
Permasalahan ini menjadi alasan utama diajukannya judicial review atau uji materiil terhadap Pasal 335 KUHP ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, MK melalui putusan No. 1/PUU-XI/2013 mengabulkan permohonan uji materiil tersebut.
(MSD)