Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pengertian Dalil Mubayyin Lengkap dengan Pembagiannya dalam Ushul Fiqih
22 November 2021 15:29 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Secara bahasa, mubayyin artinya yang menjelaskan atau merincikan. Sedangkan secara istilah, mubayyin adalah upaya mengungkap suatu makna dari pembicaraan, serta menjelaskannya secara rinci tentang hal-hal yang tersembunyi di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Dalil mubayyin bisa berasal dari Allah langsung atau melalui perantara Rasulullah SAW. Dalil ini dapat mengungkapkan tafsir yang sifatnya masih samar dan sulit diketahui. Sehingga, pemahaman umat Islam terhadap kalamallah bisa lebih luas lagi.
Melalui perkataan, perbuatan, dan penetapannya, Rasulullah SAW menjadi mubayyin bagi umat Islam. Inilah alasan mengapa Allah mengutus Rasulullah ke muka bumi. Allah Swt berfirman:
“Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
Agar lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang dalil mubayyin lengkap dengan pembagiannya yang bisa Anda simak.
Pengertian Mubayyin dan Pembagiannya
Imam Ahmad dalam buku Studi Awal Perbandingan Ushul Fiqih, mengatakan, sunnah Nabi sebagai mubayyin bisa menjadi taqyid dari yang mutlaq, takhsis dari yang umum, dan bayan terhadap yang mujmal.
ADVERTISEMENT
Imam Ahmad menerima semua hadits sahih dan tidak membenturkannya dengan Al-Qur'an. Sikap itu ditunjukkan dengan menjadikan sunnah sebagai mufassir dan mubayyin bagi ayat yang masih membutuhkan penjelasan.
Beliau menjadikan sunnah sebagai takwil ketika terdapat kontradiksi dalam zahirnya. Mengutip jurnal berjudul Al-Mujmal dan Al-Mubayyan dalam Kajian Ushul Fiqih karya Farid Naya, dalil mubayyin dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya, yaitu:
1. Menjelaskan ayat Al-Qur’an yang bersifat global
Misalnya, hadits fi'liyah Rasulullah SAW menjelaskan tentang cara melakukan sholat yang sebelumnya diwajibkan dalam Al-Qur’an, yakni Surat al-Baqarah ayat 110. Allah Swt berfirman:
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”
Karena ayat di atas masih bersifat global, maka datanglah hadits Rasulullah yang berfungsi sebagai penjelas dari ayat tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
ADVERTISEMENT
"Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat saya melakukan shalat." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Melalui hadits ini, Rasulullah memberikan contoh sholat yang benar kepada umat Islam. Tentunya, tata cara sholat ini sesuai dengan ketentuan syar'i karena bersumber langsung dari Allah Swt.
2. Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis
Misalnya, tentang perkara li’an yang digunakan sebagai solusi ketika suami menuduh istrinya berzina, namun tidak bisa mendatangkan empat orang saksi. Hal ini dijelaskan dalam surat an-Nur ayat 6-9:
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.”
ADVERTISEMENT
Dengan li’an ini, maka suami terhindar dari hukuman qazaf atau 80 kali deraan. Selain itu, istri pun bisa bebas dari tuduhan zina.
Namun, karena dalam ayat itu tidak dijelaskan apakah hubungan suami-istri masih lanjut atau putus, datanglah sabda Rasulullah yang menjelaskan bahwa di antara keduanya dipisahkan utuk selama-lamanya.
3. Menetapkan hukum yang belum disinggung Al-Qur’an
Contohnya, hadits Rasulullah SAW tentang keharaman memakan binatang buruan yang mempunyai taring dan cakar. Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Abu Hurairah, Nabi saw. Bersabda smua jenis binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar, maka hukum memakannya adalah haram.”
(MSD)