Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pengertian Itsar, Contoh Sikap, dan Keutamaan Meneladaninya
14 Maret 2022 18:20 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 13 November 2022 20:36 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Itsar adalah sifat terpuji dalam Islam, di mana pelakunya lebih mementingkan urusan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Menurut para ulama, sifat ini menjadi tingkatan ukhuwah dan muhabbah paling tinggi yang bisa dimiliki seseorang.
ADVERTISEMENT
Menerapkan sifat itsar dalam kehidupan sehari-hari memang sangat sulit. Seseorang perlu mengorbankan dirinya sendiri demi kepentingan orang lain tanpa mendapatkan imbalan apapun.
Meski begitu, bukan berarti sifat ini mustahil diterapkan. Dijelaskan dalam buku Catatan Hati untuk Pasangan Hati karya Dedy Irawan, sifat itsar dapat tumbuh ketika seseorang belajar untuk saling peduli terhadap kebutuhan sesama
Lantas, apa keutamaan meneladani sifat itsar? Nah, artikel berikut akan menjelaskannya secara lengkap untuk Anda.
Sifat Terpuji Itsar
Umat Muslim dianjurkan untuk meneladani sifat itsar. Sebab, sifat terpuji ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya sejak dulu kala.
Orang yang membiasakan itsar akan ikhlas memberikan apa yang menjadi haknya untuk dinikmati orang lain. Dr. Muhammad Irfan dalam buku Cermin Muslim: Petikan Hikmah Bekal Pribadi Muslim (2020) menyebutkan, sifat itsar sejatinya didasari oleh rasa cinta yang tumbuh dari kesempurnaan iman.
ADVERTISEMENT
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)
Dalam sejarah umat Islam, sifaat itsar telah diterapkan secara sempurna oleh kaum Muslimin dari golongan Anshar kepada golongan Muhajirin. Dikisahkan bahwa seorang sahabat Anshar yang telah memanen hasil perkebunannya selama setahun lebih, memilih untuk mendatangi saudaranya dari golongan Muhajirin terlebih dahulu.
Sebelum kembali kepada keluarganya, ia berkata kepada kaum Muhajirin: "Saudaraku, pilihlah mana yang kau inginkan dari hasil kebun ini, aku akan kembali satu jam kemudian."
Menurut Imam Al-Ghazali, sikap kaum Anshar ini menjadi tingkatan itsar yang paling tinggi. Ia menempatkan saudaranya pada posisi yang lebih tinggi daripada dirinya. Sehingga, ia lebih mengutamakan kebutuhan saudaranya daripada kebutuhannya sendiri.
Sikap ini begitu terpuji dan amat dicintai oleh Allah Swt. Sehingga, pelakunya bisa sampai pada gerbang segala kebajikan. Allah Swt berfirman: "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan. Sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai." (QS. Ali Imran: 92)
ADVERTISEMENT
Keutamaan meneladani sifat itsar telah banyak disebutkan dalam dalil shahih. Disebutkan dalam buku Ensiklopedia Mizanul Hikmah karya Muhammad M. Reysyahri, Imam Ali as berkata: “Al-Itsar (mengutamakan orang lain atas dirinya sendiri) adalah budi pekerti (al-makarim) yang paling tinggi.”
Selain itu, ada pula keutamaan lain yang didapat umat Muslim jika meneladani sifat itsar, yakni:
(MSD)