Pengertian Khulu dalam Ikatan Pernikahan dan Hukumnya dalam Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2021 18:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, berakhirnya ikatan pernikahan atas kehendak istri disebut dengan isilah khulu. Secara bahasa, khulu artinya melepas, mencopot, atau menanggalkan. Sedangkan secara istilah, khulu adalah memutuskan hubungan pernikahan dengan kesediaan istri membayar iwald (ganti rugi) kepada pemilik akad, yaitu suami, dengan perkataan tertentu.
ADVERTISEMENT
Dalam Bidayatul Mujtahid, khulu termasuk ke dalam macam-macam talak. Hukum talak pada dasarnya adalah makruh. Ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya:
"Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak/perceraian." (HR. Abu Daud, Ibn Majah, dan Al-Hakim)
Namun, mengutip buku Alquran dan Perempuan karya Prof. Dr. Zaitunah Subhan, jumhur ulama memperbolehkan khulu, sebagaimana diperbolehkannya nikah dan talak dalam Islam. Agar lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang khulu lengkap dengan hukumnya dalam Islam.

Pengertian Khulu dan Hukumnya dalam Islam

Khulu artinya permintaan cerai yang dilakukan oleh istri kepada suami dengan pembayaran yang disebut iwadl atau ganti rugi. Terkait ganti rugi ini, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya.
Sebagian jumhur ulama membolehkan mengambil tebusan atau ganti rugi. Sedangkan yang lain sepakat melarang pengambilan harta tersebut, kecuali jika hubungan keluarganya rusak karena sebab istri.
Ilustrasi Sungkeman. Foto: Shutter Stock
Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa seorang istri sangat benci suaminya, tetapi suaminya sangat mencintainya, maka Rasulullah SAW menceraikan keduanya dengan cara khulu dan itu adalah permulaan khulu' dalam Islam. Malik r.a. berkata:
ADVERTISEMENT
"Suami yang tidak menyakiti dan tidak pula berbuat salah kepada istrinya kemudian istri merasa tidak cocok dan ingin diceraikan, maka boleh mengambil seluruh harta tebusan istrinya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap istri Tsabit r.a. Adapun kesalahan disebabkan oleh suami yang menyebabkan kemudharatan bagi istrinya, maka wajib mengembalikan harta yang telah diambil kembali kepada istri.“
Mengutip buku Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashi karya Ibnu Rusyd, khulu boleh dilakukan dalam keadaan suci ataupun haid. Berbeda dengan talak, khulu sepenuhnya berada pada kehendak sang istri dan suami tidak bisa mencampurinya.
Ilustrasi pasangan bertengkar. Foto: Shutterstock
Jumhur ulama berpendapat, termasuk imam empat madzhab, bahwa suami tidak boleh rujuk kepada istri karena harta sudah dikeluarkan oleh istri dalam proses perceraiannya. Jika suami mengembalikan uang ganti rugi kepada istrinya dan diterima, maka mereka tidak boleh rujuk sebelum memenuhi masa iddah yang telah ditentukan.
ADVERTISEMENT
Suami boleh menikahinya pada masa iddah dan membuat akad baru, dengan catatan harus atas ridha dan kemauan dari sang istri. Khulu dilakukan karena ada sebab yang mendorongnya, seperti suami yang cacat fisik, suami yang tidak memenuhi hak istrinya, tidak mampu menjalankan perintah Allah SWT yang diwajibkan atas keduanya, dan tidak bisa menjaga hubungan baik mereka.
(MSD)