Konten dari Pengguna

Pengertian Mauhub beserta Syarat dan Ketentuannya dalam Transaksi Hibah

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
6 Juni 2023 15:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hadiah. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hadiah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mauhub adalah istilah yang ditujukan untuk barang yang dihibahkan kepada orang lain. Barang tersebut termasuk dalam rukun hibah yang harus dipenuhi.
ADVERTISEMENT
Islam menetapkan sejumlah syarat mauhub. Dikutip dari buku Modul Fikih Muamalah karya Rosidin (2020), mauhub harus berupa harta yang bermanfaat, milik sendiri, dan tidak tercampur dengan harta yang lain.
Maka, tidak sah bila sesuatu yang dihadiahkan adalah barang yang bukan milik pihak pemberi. Transaksi ini menjadi haram dan pelakunya akan mendapatkan dosa.
Penjelasan mengenai mauhub telah dijabarkan secara rinci dalam kajian fiqih. Agar lebih paham, simak pembahasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.

Syarat Mauhub dan Ketentuannya

Ilustrasi hadiah. Foto: Thinkstock
Mauhub atau barang yang dihibahkan harus memenuhi beberapa syarat yang ditetapkan para ulama. Hal ini dilakukan untuk memastikan sah atau tidaknya transaksi hibah yang dilakukan.
Dirangkum dari Buku Ajar Fikih Kelas X susunan Shofi Evianti (2021), berikut ini beberapa ketentuan yang harus dipenuhi pemberi hibah (wahib) sebelum menghadiahkan barang miliknya kepada orang lain:
ADVERTISEMENT

1. Milik sendiri

Barang yang dihadiahkan harus milik sendiri. Pihak pemberi hadiah (wahib) harus memilikinya secara sempurna. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka transaksinya menjadi tidak sah.

2. Ada wujudnya

Barang yang hendak dihadiahkan harus sudah ada ketika transaksi dilaksanakan. Tidak sah jika menghadiahkan sesuatu yang belum berwujud.

3. Barang halal

Barang yang dihadiahkan harus berupa sesuatu yang boleh dimiliki agama (halal). Tidak dibenarkan untuk menghadiahkan barang-barang haram seperti minuman keras dan obat-obatan terlarang.

4. Terpisah dari pemberi hadiah

Jika ingin menghadiahkan barang, hendaknya pisahkan dulu dari harta pemberi hadiah. Ini dapat memperjelas statusnya sebagai barang hibahan ketika transaksi dilakukan.

5. Tidak boleh ditarik kembali

Barang yang sudah dihibahkan tidak boleh ditarik kembali. Ini berlaku untuk semua jenis barang, kecuali pemberian orangtua kepada anaknya.
Dalam hadits riwayat Thawu, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: “Seorang pemberi hibah tidak halal menarik kembali apa yang telah dihibahkan, kecuali (pemberian) orangtua kepada anaknya.” (HR. Al-Baihaqi)
ADVERTISEMENT
Ulama sepakat mengatakan bahwa orangtua disunahkan menyamakan pemberian hibah kepada anak-anaknya. Makruh hukumnya jika melebihkan pemberian kepada salah seorang anak saja.
Adapun persamaan yang dimaksud adalah menyamakan pemberian antara laki-laki dan wanita. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih Bukhari bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Bertakwalah kepada Allah dan beradillah kepada anak-anak kalian.”

Macam-Macam Hibah

Ilustrasi hadiah. Foto: Shutter Stock
Hibah dibagi menjadi dua jenis, yakni hibah barang dan hibah manfaat. Dikutip dari buku Pintar Belajar Fikih dengan TTS susunan Hj. Rita Asnimar (2020), berikut penjelasannya:

1. Hibah barang

Hibah barang dilakukan dengan memberikan harta atau barang kepada pihak lain. Pemberian dilakukan tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju, dan lain sebagainya.

2. Hibah manfaat

Hibah manfaat yaitu memberikan harta kepada pihak lain untuk dimanfaatkan kembali. Dalam hal ini, materi harta atau barang masih menjadi milik si pemberi hadiah (wahib).
ADVERTISEMENT
(MSD)