Konten dari Pengguna

Pengertian Nadzar dan Hukumnya dalam Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
29 September 2021 10:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Sumpah Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sumpah Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Secara bahasa, nadzar berarti mewajibkan diri sendiri untuk berbuat sesuatu. Sedangkan secara istilah, nadzar adalah mewajibkan suatu kebajikan yang sebenarnya tidak diwajibkan dalam syariat Islam dengan redaksi yang menunjukkan hal itu.
ADVERTISEMENT
Nadzar digolongkan dalam ibadah oleh orang-orang terdahulu. Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum asal nadzar adalah makruh.
Mereka berpendapat bahwa orang yang mau melakukan ketaatan atau kebajikan hendaknya melakukannya tanpa disertai dengan nadzar, sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut:
Diriwayatkan dari ibnu Umar ra. ia berkata, "Nabi Saw. melarang nadzar dan bersabda: "Sesungguhnya ia tidak menolak apa pun (takdir) dan hanya saja ia dikeluarkan dari orang yang kikir”.
Lantas bagaimana hukum dan kedudukan nadzar dalam Islam? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan berikut.

Hukum dan Kedudukan Nadzar dalam Islam

Mengenai hukum nadzar dalam Islam, para ulama masih berbeda pendapat dalam menyikapinya. Namun mengutip buku Seni Memperpanjang Usia oleh KH. Dr. Abun Bunyamin, jumhur ulama mengatakan makruh. Ini didasarkan pada hadist dan beberapa riwayat shahih lainnya.
Ilustrasi sedekah karena nadzar Foto: Getty Images
Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa nadzar tidak mengubah takdir apapun pada seseorang. Hadits ini berkenaan dengan kejadian pada masa Rasulullah, yaitu ketika sebagian orang sakit dan bernazar jika sembuh dari sakitnya maka mereka akan bersedekah dengan harta atau menyembelih hewan peliharaan.
ADVERTISEMENT
Mereka meyakini bahwa Allah Swt tidak menyembuhkan penyakit mereka, kecuali jika bernazar. Maka, Nabi Muhammad SAW pun menjawab persoalan ini.
Beliau mengabarkan bahwa Allah tidak mengubah suatu takdir dengan nadzar. Sesungguhnya orang-orang yang bernazar adalah golongan orang bakhil yang tidak berinfak kecuali setelah hajatnya dikabulkan.
Atas dasar hadist tersebut, jumhur ulama menetapkan hukum asal nadzar sebagai makruh. Namun, hukum ini dapat berubah bergantung pada tujuan dan praktik pelaksanaannya. Menurut H. A. Aziz Salim Basyarahil dalam buku 22 Masalah Agama, berdasarkan tujuannya, nadzar dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Nadzar Tabarru
Nadzar tabarru adalah janji seorang muslim terhadap Allah SWT. Nadzar seperti ini merupakan usaha taqarrub kepada Allah. Oleh karena itu, para ulama menetapkan wajib menepati nadzar ini.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Fikih Sunah Wanita oleh Abu Malik Kamal, nadzar tabarru juga disyariatkan dalam Islam. Kaum Muslimin telah berjima’ mengenai sahnya nadzar ini dan kewajiban untuk memenuhinya. Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa bernadzar akan menaati allah (mengerjakan perintah-Nya) hendaklah dia kerjakan.” (HR. Bukhari).
Ilustrasi menjalankan ibadah karena nadzar Foto: Shutterstock
2. Nadzar Maksiat
Nadzar jenis ini dilakukan oleh orang dengan janji melakukan maksiat. Contohnya: "Apabila terjadi sesuatu terhadap saya atau terhadap fulan, saya akan beli arak untuk pesta di tempat anu”, atau perbuatan serupa yang dilarang agama.
Para ulama sepakat bahwa nadzar seperti ini dilarang, namun bila sudah terlanjur diucapkan maka orang yang bernadzar dikenai sanksi kaffarah yamin berupa memberi makanan ke sepuluh orang miskin, memberi pakaian ke sepuluh orang miskin, atau membebaskan satu budak Mukmin. Rasulullah SAW bersabda:
ADVERTISEMENT
“Barangsiapa bernadzar akan mengerjakan maksiat (larangan Allah) janganlah dia kerjakan maksiat itu.” (HR. Bukhari)
3. Nadzar Mujaazaah atau Muawiidhah
"Bila anakku sembuh dari sakitnya aku akan sedekah dua karung beras,". Ucapan janji seperti itu sering dilakukan oleh masyarakat dan wajib dipenuhi.
Orang yang tidak melaksanakan nadzar mujaazaah dikenai sanksi kaffarah yamin, sebagaimana nadzar maksiat. Nadzar ini akan dianggap sah bila pelaku nadzar itu seorang Muslim, mukallaf, dan mengutarakan nadzar tanpa paksaan.
(MSD)