Konten dari Pengguna

Pengertian Segregasi dan Penerapannya dalam Kehidupan Sosial

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
9 Agustus 2022 17:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilusrasi segregasi. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilusrasi segregasi. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Segregasi adalah istilah yang merujuk pada pemisahan kelompok sosial yang didasarkan pada keragaman etnis, agama, dan ras. Biasanya, sistem pengelompokan ini terjadi di beberapa lokasi seperti tempat kerja, sekolah, dan fasilitas publik lainnya.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Semerbak Dupa di Pulau Seribu Masjid karya Prof. Dr. Azyumardi (2013), sistem segregasi di lingkungan masyarakat dapat menimbulkan implikasi negatif berupa perbedaan layanan publik. Permasalahan ini biasa terjadi di negara-negara multiculture seperti Indonesia.
Di Amerika, sistem segregasi lebih menonjolkan pada sisi diskriminatif. Perbedaan perlakuan sosial antara orang kulit hitam dan orang kulit putih sering kali menimbulkan perselisihan.
Sementara di Indonesia, sistem segregasi lebih merujuk pada pembatasan (restriction) bagi asosiasi-asosiasi sosial berdasarkan ras, agama, etnis, dan kebangsaan. Hal ini sengaja dilakukan untuk merepresentasikan kebijakan pemerintah yang ada.
Bagaimana penerapan sistem segregasi di Indonesia? Agar lebih memahaminya, simaklah penjelasan dalam artikel berikut.

Penerapan Sistem Segregasi

Ilusrasi segregasi. Foto: pixabay
Sistem segregasi tidak selamanya buruk. Jika diterapkan dalam pemukiman masyarakat, sistem ini bisa menjadi alat untuk menguatkan identitas antarkelompok.
ADVERTISEMENT
Penguatan identitas cukup efektif bila diterapkan pada daerah-daerah yang pernah terjadi konflik. Contohnya dapat ditemui di daerah Maluku. Kala itu, identitas kelompok keagamaan di Maluku cenderung menguat selama beberapa tahun terakhir.
Tidak hanya di pemukiman, sistem segregasi ini juga menguat ke tingkat kognitif. Pasca konflik yang berlangsung selama tiga setengah tahun, kondisi Maluku, khususnya Ambon, benar-benar tersegregasi berdasarkan agama.
Dengan mudah, orang-orang mampu mengidentifikasikan permukiman berdasarkan kelompok penduduknya. Misalnya, ketika orang menyebut daerah Waihaong, Seilale, dan Batumerah, maka gambaran yang muncul pertama kali adalah ‘kampung Muslim’.
Ini karena daerah-daerah tersebut banyak dihuni oleh penduduk Ambon yang beragama Islam. Demikian juga ketika disebut Kudamati, Batu Gajah, atau Batu Gantung, akan tebersit ingatan bahwa ini adalah basis permukiman Kristen.
ADVERTISEMENT
Secara historis, terbentuknya segregasi permukiman ini merupakan peninggalan dari kolonial Belanda. Sejak datang ke Indonesia, Belanda sudah membentuk pemukiman berdasarkan agama dan ras seperti kampung Kristen, kampung Muslim, dan kampung Cina.
Ilusrasi segregasi. Foto: pixabay
Tidak hanya pada pemukiman, sistem segregasi juga ternyata diterapkan pada kondisi lainnya. Misalnya pada layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Mengutip buku Mengenal ABK karya Maria Agustin (2022), sistem pendidikan ini terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan ABK melalui sistem segregasi dapat diselenggarakan secara khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Pola pengajaran yang diterapkan pun dapat berbeda, tergantung pada karakter tiap individunya. Anak penyandang autisme tentu memiliki pola penanganan dan pengajaran yang berbeda dengan anak penyandang down syndrome.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, diperlukan peran guru SLB untuk menjalankan tugasnya. Kemudian, pemerintah juga perlu menyukseskan penerapan sistem segregasi di sistem pendidikan SLB dengan melakukan pemantauan secara berkala.
(MSD)