Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Pengertian, Tujuan, dan Pembagian Hukum dalam Islam
31 Agustus 2021 8:27 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam Alquran dan literatur tidak terdapat istilah hukum islam. Hukum Islam dalam Alquran disebut sebagai syariah, fiqih, hukum Allah, dan lain sebagainya. Istilah hukum Islam merupakan terjemahan dari Islamic low dalam literatur barat.
ADVERTISEMENT
Dalam buku Buku Ajar Pengantar Hukum Islam dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia oleh Dr. Rohidin, S.H, M.Ag., dijelaskan bahwa hukum Islam adalah sekumpulan aturan keagamaan, perintah-perintah Allah yang mengatur perilaku kehidupan orang Islam dalam seluruh aspeknya.
Hukum Islam adalah representasi pemikiran Islam, manifestasi pandangan hidup Islam, dan intisari dari Islam itu sendiri.
Tujuan Hukum Islam
Pembentukan hukum Islam memiliki tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan pokok (dharuriyyah), kebutuhan sekunder (hajjyyah), serta kebutuhan pelengkap (tahsiniyyat). Dalam wacana umum, kebutuhan dharuriyyah disebut primer, kebutuhan hajjyyah disebut sekunder, dan kebutuhan tahsiniyyah disebut tersier.
Selain itu, hukum Islam bertujuan untuk mewujudkan kemashlahatan dunia akhirat, menolak kemudharatan dan kemafsadatan serta mewujudkan keadilan yang mutlak. Segala hukum Islam, baik hukum yang tercantum dalam nash maupun hasil ijtihad, tetap mendasarkan pada tujuan yang luhur. Lantas bagaimana pembagian hukum dalam Islam? Simak uraian berikut ini.
ADVERTISEMENT
Pembagian Hukum dalam Islam
Dikutip dari buku Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam , oleh Iwan Hermawan, S.Ag., M.Pd.I, secara garis besar para ulama ushul fiqh membagi hukum Islam menjadi dua macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Ada dua perbedaan mendasar antara hukum taklifi dan hukum wadh’i.
Hukum taklifi adalah hukum yang mengandung tuntutan atau perintah, larangan, atau memberi pilihan terhadap seseorang. Sedangkan hukum wadh’i berupa penjelasan hubungan suatu peristiwa yang berhubungan dengan hukum taklifi, berupa sebab, syara’t, mani’ (penghalang) dari suatu perbuatan.
Contohnya, hukum taklifi menjelaskan bahwa sholat wajib dilaksanakan umat Islam. Sedangkan hukum wadhi menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah hari menjadi tanda wajibnya seorang muslim mendirikan sholat dzuhur.
ADVERTISEMENT
Hukum taklifi diisyaratkan dapat dikerjakan, karena selalu berada dalam batas kemampuan seorang mukalaf. Sedangkan hukum wadh’I, ada yang di luar kemampuan manusia dan bukan merupakan aktivitas biasa.
Seperti contoh di atas, keadaan tergelincirnya matahari bukan dalam kemampuan manusia. Hubungannya dengan perbuatan manusia hanyalah karena Allah menjadikannya (tergelincirnya matahari) sebagai tanda masuknya waktu sholat dhuhur.
Pembagian Hukum Taklifi dalam Islam
Dalam buku Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam dijelaskan bahwa para ulama membagi hukum taklifi menjadi lima bagian, yaitu wajib, mandub (sunnah), haram, makruh, dan mubah. Lagu, bagaimana penjelasan dari lima bagian hukum tersebut? Simak uraian berikut ini.
1. Wajib
Wajib adalah suatu perintah yang harus dikerjakan, jika ditinggalkan akan mendapatkan dosa. Pengertian wajib sama dengan fardhu, mahtum, dan lazim.
ADVERTISEMENT
Hukum wajib terbagi menjadi empat bagian, yaitu kewajiban dari waktu pelaksanaannya, kewajiban bagi orang yang melaksanakan, kewajiban berdasarkan ukuran/kadar pelaksanaannya, dan kandungan kewajiban perintahnya.
2. Sunnah atau mandub
Mandub secara bahasa berarti mad'u atau yang dianjurkan. Sunnah atau mandub dalam fikih merupakan tuntutan yang mengandung perintah, tetapi tidak mesti dikerjakan, hanya berupa anjuran untuk mengerjakannya.
Bagi orang yang melaksanakan akan mendapatkan ganjaran karena kepatuhannya, dan jika ditinggalkan tidak mendapat ancaman dosa. Hukum sunnah jika dilihat dari tuntutannya terbagi menjadi dua macam, yaitu sunnah muakkad dan sunnah ghairu muakad.
3. Haram
Haram secara bahasa berarti dilarang. Secara terminologi ushul fiqih, kata haram berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya. Apabila seseorang telah meninggalkannya, berarti dia telah patuh kepada yang melarang, karena itu dia patut mendapatkan ganjaran berupa pahala.
ADVERTISEMENT
Sedangkan orang yang tidak meninggalkan larangan berarti dia telah mengingkari tuntutan Allah, dan patut mendapatkan ancaman dosa. Tuntutan dalam bentuk ini disebut tahrim. Sedangkan perbuatan yang dilarang secara pasti disebut haram.
4. Makruh
Dalam ushul fiqh, makruh adalah sesuatu yang dianjurkan syariat untuk meninggalkannya. Jika ditinggalkan akan mendapat pujian, apabila dilanggar tidak berdosa. Dalam hukum makruh, para ulama membaginya menjadi dua macam, yaitu makruh tahrim dan makruh tanzih.
Makruh tahrim adalah sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti, karena didasarkan pada dalil zhanni yang masih mengandung keraguan. Sedangkan makruh tanzih adalah sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkan atau larangan terhadap suatu perbuatan, tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan atas haramnya perbuatan tersebut.
ADVERTISEMENT
5. Mubah
Secara bahasa, mubah diartikan sebagai segala sesuatu yang diperbolehkan. Mubah berarti sesuatu yang diberikan kepada orang mukalaf untuk memilih antara melakukan atau meninggalkannya.
(IPT)