Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Pengertian Uzlah Serta Pembahasannya dalam Alquran dan Hadits
11 Mei 2022 9:30 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Uzlah adalah perilaku menyendiri yang dilakukan seseorang untuk menyucikan pikiran dan jiwanya. Sikap ini dianjurkan oleh beberapa tokoh Islam seperti Sufyan Al-Tsauri, Ibrahim bin Adham, dan Fudhail bin Iyadh.
ADVERTISEMENT
Menurut Imam Ghazali, sikap uzlah memungkinkan seseorang untuk istiqamah pada ketaatan dan belajar mengendalikan diri dari larangan yang muncul dalam interaksi sosial seperti riya, ghibah, cinta dunia dan lain-lain.
Uzla menjadikan seseorang tidak mudah terpengaruh oleh urusan duniawi. Sama seperti amal baik lainnya, niat seseorang yang ingin menerapkan sikap uzlah haruslah murni semata-mata karena Allah SWT.
Ia harus memiliki tekad yang kuat untuk menjauhkan umat manusia dari keburukan, memfokuskan diri secara total untuk dzikir kepada Allah SWT, tidak banyak angan-angan atau fantasi, dan siap berjihad memerangi hawa nafsu (mujahadah al-nafs).
Meski dianjurkan, penerapan sikap uzlah ternyata masih menuai pro dan kontra di kalangan para ulama. Bagaimana Islam membahasnya? Simak artikel berikut untuk mengetahui jawabannya.
ADVERTISEMENT
Sikap Uzlah dalam Islam
Sejatinya sikap uzlah dimaksudkan sebagai wahana penyerahan diri secara total kepada Allah SWT. Proses uzlah diibaratkan seperti kerbau yang sedang berkubang. Kalau kerbau berkubang dengan fisik, maka dalam konteks uzlah yang berkubang adalah jiwa.
Mengutip buku Menuai Fadhilah Dunia, Menuai Berkah Akhirat karya Prof. Dr. Nasaruddin Umar (2014), orang yang bersikap uzlah akan mengasingkan diri pada suatu tempat yang ditutup rapat oleh kondisi kejiwaannya. Hal ini membawanya keluar dari persoalan duniawi dan beralih mendekatkan diri kepada Allah.
Saat beruzlah, seorang hamba akan memasrahkan diri untuk meminta diterima di hadapan Allah SWT. Uzlah sering kali dilakukan secara fisik dengan harapan bahwa pengondisian tersebut akan membuat jiwa merasakan kesunyian, kesepian sekaligus kehangatan dan kerinduan kepada Rabb-Nya.
ADVERTISEMENT
Dalam Alquran, uzlah tidak dijelaskan secara rinci dan detail. Penafsiran tentang uzlah hanya tersirat dari isyarat yang ditunjukkan oleh beberapa ayat Alquran. Dalam surat Al-Kahfi ayat 16, Allah SWT berfirman:
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu”.
Hidup uzlah karena frustasi dan keputusasaan dalam menghadapi kenyataan hidup tidak dibenarkan oleh agama. Untuk memahami Surat Al-Kahfi ayat 16 ini, harus diperhatikan suasana di kala terjadinya peristiwa uzlah Ashhabul Kahfi.
Dijelaskan dalam buku Uzlah Jalan Terakhir karya Salman Al-Audah, mereka menyepi dengan melarikan diri ke dalam gua karena akan dibunuh oleh raja yang sewenang-wenang. Kondisi tersebut tidak memungkinkan mereka untuk melawan kesewenang-wenangan raja dan memperlihatkan keimanan.
ADVERTISEMENT
Sikap uzlah amat dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Dari Abu Sa’id al-Khudri, dikisahkan bahwa seorang laki-laki mendatangi Rasulullah dan bertanya:
”Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya.” Dia bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seorang Mukmin yang berada (‘uzlah) di salah satu lembah pegunungan, dia bertakwa kepada Allah dan meninggalkan manusia (agar selamat) dari keburukan dirinya.” (HR. An-Nasa’i)
Berlandaskan pada dalil-dalil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sikap uzlah amat dianjurkan dalam Islam. Namun, ketika seseorang berniat untuk menjalaninya, ia harus tetap melaksanakan shalat, membayar zakat, dan melakukan kegiatan ibadah yang lain.
(MSD)