Penjelasan Hukum Shalat Berjemaah Menurut Para Ulama

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
4 Juni 2020 11:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejumlah umat muslim melaksanakan salat tarawih di Masjid Istiqlal, Jakarta, (5/5). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah umat muslim melaksanakan salat tarawih di Masjid Istiqlal, Jakarta, (5/5). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Shalat berjemaah adalah kegiatan shalat yang dilakukan secara bersama-sama. Untuk melakukan shalat berjemaah, minimal diikuti oleh dua orang dengan salah satunya menjadi pemimpin atau imam dan yang lainnya adalah makmum.
ADVERTISEMENT
Shalat berjemaah merupakan syariat dari Allah SWT dan juga sesuatu yang sudah disepakati oleh umat muslim untuk dilakukan. Dalam pelaksanaannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum shalat berjemaah.
Perbedaan pendapat tersebut dikarenakan sisi pandang terhadap dalil-dalil yang ada dikalangan para ulama berbeda. Berikut penjelasan mengenai hukum shalat berjemaah.

1. Fardhu ‘ain

Fardhu ‘ain berarti wajib bagi setiap umat muslim laki-laki yang sudah baligh dan mampu untuk melaksanakannya. Jika meninggalkan shalat berjemaah tanpa uzur, maka shalatnya sah namun ia berdosa. Mari kita lihat berdasarkan dalil-dalil berikut.
Allah SWT berfirman dalam Al Quran surah Al-Baqarah ayat 43, yang berbunyi
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.”
ADVERTISEMENT
Menurut Ibnu rahimahullah menyatakan bahwa kebanyakan para ulama berdalil dengan ayat ini menjadi dasar wajibnya shalat berjemaah. Kata “bersama” dalam ayat tersebut memiliki makna menemani atau menyertai. Jadi pada dasarnya ayat ini berarti:
Dirikanlah shalat bersama yang lain secara berjamaah.”
Dalil lain adalah dari sunah Rasulullah SAW. Dalam hadis dinyatakan adanya seorang laki-laki buta meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk tidak mengikuti shalat berjemaah di masjid.
أَتَى النَّبِيَّ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللهِ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ، فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ: هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَأَجِبْ
Beliau bertanya, “Apakah kamu mendengar suara azan?” Ia pun menjawab, “Ya.” Lalu beliau berkata, “Kalau begitu penuhilah (panggilan azan itu).”
ADVERTISEMENT
Demikian pula hadis dari Ibnu Abbas RA,
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
Barang siapa mendengar azan kemudian ia tidak mendatanginya, tidak sah shalatnya kecuali karena uzur.” (HR. Ibnu Majah)
Adapun perbuatan sahabat, seperti riwayat dari Ibnu Mas’udz beliau berkata, “Sungguh aku telah menyaksikan para sahabat, tidak ada seseorang yang tidak ikut shalat berjemaah selain munafik yang jelas kemunafikannya.”
Hal ini menunjukkan bahwa mereka sangat memerhatikan shalat berjemaah serta berpandangan bahwa ini merupakan kewajiban dan tidak ingin mengingkarinya. Ada beberapa ulama yang menguatkan pendapat ini, seperti Abu Tsaur, Ibnu Mundzir, mazhab Hanbali, serta salah satu penadpat dalam mazhab Syafi’I dan Hanafi.

2. Fardhu Kifayah

Tak banyak penjelasan mengenai hukum shalat berjemaah adalah fardhu kifayah. Mayoritas ulama mazhab Syafi’I, Hanafi, dan maliki menguatkan pendapat ini. Mereka berdalil dari pernyataan para ulama mengenai fardhu ‘ain yang dipalingkan kepada makna fardhu kifayah.
Ilustrasi sholat ied berjamaah di tanah lapang. Foto: Unsplash

3. Sunah

Salah satu pendapat dalam mazhab Syafi’I, Maliki, dan Hanafi dalam sebuah hadis diriwayatkan,
ADVERTISEMENT
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Shalat berjemaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan kelipatan 27 derajat.”
Kalimat “lebih utama” bermakna hanya lebih utama dan bukan wajib. Namun, pendalilan mereka dalam hal ini sangat lemah. Pasalnya, hadis ini menjelaskan pahala orang yang shalat berjemaah lebih utama dan lebih banyak, bukan menjelaskan hukum shalat berjemaah.
Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan dalam hadis mengenai shalat berjemaah. Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya aku ingin menyuruh seseorang supaya menunaikan shalat secara berjemaah bersama orang banyak. Kemudian aku pergi kepada beberapa orang yang tidak menunaikan shalat berjemaah. Lalu baginda menyuruh supaya membakar rumah mereka dengan seikat kayu. Sekiranya salah seorang dari mereka mengetahui bahwa dia akan mendapat segumpal daging yang gemuk pasti dia akan menunaikan shalat ini yaitu shalat isya.”
ADVERTISEMENT
Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa yang mendengar adzan lalu tidak menjawab maka tidak sah shalatnya kecuali jika ada udzur.” (HR. Ibnu Majah).
Menurut pendapat para ulama, shalat berjemaah sebenarnya hukumnya wajib bagi laki-laki yang mampu namun bukan menjadi syarat sahnya shalat. Tetapi bagi yang meninggalkannya, maka ia berdosa. Terkecuali orang yang mempunyai udzur syar’i atau ada dalil yang menunjukkan bahwa shalat berjemaah bukan merupakan syarat sahnya shalat.
Rasulullah SAW mengutamakan shalat berjemaah atas shalat sendirian. Pengutamaan shalat berjemaah atas shalat sendirian menunjukkan bahwa shalat sendirian juga memiliki keutamaan dan itu terjadi jika sah hukumnya.
(AYA)