Perbedaan Keputihan dengan Mani Perempuan dan Hukumnya dalam Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
21 Januari 2022 9:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi Organ Reproduksi Perempuan. Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi Organ Reproduksi Perempuan. Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Selain darah, ada beberapa jenis cairan lain yang keluar dari organ intim perempuan, yaitu keputihan, mani, dan madzi. Ketiga cairan tersebut berbeda antara yang satu dengan lainnya. Lalu, apa perbedaan keputihan dengan mani perempuan?
ADVERTISEMENT
Ummu Azzam menerangkan dalam buku La Tahzan untuk Wanita Haid, keputihan merupakan suatu kondisi ketika cairan yang berlebihan keluar dari vagina yang bening, tidak berwarna, tidak bau, dan tidak gatal.
Cairan keputihan bisa dalam jumlah sedikit atau banyak. Waktu kejadiannya juga bisa sebelum dan sesudah menstruasi, ketika terangsang secara seksual, atau ketika stress. Biasanya, keputihan akan hilang dengan sendirinya.
Berbeda dengan mani yang merupakan cairan yang keluar dari kemaluan wanita akibat merasakan kenikmatan. Cairan mani berwarna kuning atau putih, berbentuk encer, dan memiliki bau khas seperti kurma. Hal ini juga dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW berikut:
Sesungguhnya air (mani) laki-laki itu berwarna putih dan kental, sementara air (mani) perempuan itu encer dan berwarna putih atau kuning...” (HR. Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
ADVERTISEMENT

Perbedaan Hukum Keputihan dengan Mani Perempuan dalam Islam

Illustrasi Organ Reproduksi Perempuan. Foto: Freepik
Menukil buku Fikih Sunnah Wanita: Referensi Fikih Wanita Terlengkap karangan Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim, berikut penjelasan soal perbedaan hukum keputihan dengan mani perempuan dalam pandangan Islam.
Hukum Keputihan
Pada hakikatnya, keputihan yang keluar dari kemaluan wanita hukumnya bukan najis, namun dapat membatalkan wudhu. Jadi, jika seorang wanita sedang mengalami keputihan dan ingin melaksanakan ibadah, ia harus mengganti atau melepas celana dalamnya terlebih dahulu.
Hukum Mani
Sama seperti keputihan, hukum mani juga bukan najis. Namun, apabila cairan ini keluar, maka orang tersebut harus segera mandi junub. Hal ini dijelaskan dalam hadits dari Ummu Salamah, ia berkata:
"Ummu Sulaim pernah membawa istri dari Abu Thalhah menemui Rasulullah s.a.w., lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran, apakah seorang perempuan harus mandi jika ia bermimpi?" Rasulullah SAW bersabda, "Iya, jika ia melihat adanya air (mani)." (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)
ADVERTISEMENT
Selain itu, seseorang juga wajib mandi junub apabila ia mengalami mimpi basah hingga keluar mani. Sebagaimana hadist dari Aisyah: “Nabi SAW pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang menemukan basah (pada pakaiannya), namun ia tidak ingat bahwa ia bermimpi? Maka beliau berkata: Hendaklah ia mandi.
Dan tentang seorang laki-laki yang ingat bahwa ia telah bermimpi, namun tidak mendapati pakaiannya basah? Maka beliau bersabda: Tidak ada kewajiban mandi atasnya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Jumhur ulama, selain Syafi’i dan Ibnu Hazm, berpendapat bahwa jika ada air mani yang keluar tanpa dibarengi dengan syahwat dari seorang perempuan atau keluar karena suatu penyakit, maka tidak wajib baginya untuk mandi junub. Pendapat ini dikuatkan oleh perkataan Nabi SAW kepada Ali RA: "Apabila engkau memancarkan air (mani), maka mandilah.” (HR. Abu Dawud, Nasa’I, dan Ahmad)
ADVERTISEMENT
(NDA)