Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Perjuangan RA Kartini dalam Mengupayakan Emansipasi Wanita
15 April 2021 16:34 WIB
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
RA Kartini merupakan pahlawan Nasional yang gencar membela hak-hak kaum perempuan, khususnya di bidang pendidikan. Jasanya begitu besar bagi kemajuan Indonesia hingga WR Supratman mengabadikannya dalam sebuah lagu berjudul “Ibu Kita Kartini”.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Sisi Lain Kartini yang disusun Djoko Marihandono dkk, Raden Ajeng Kartini yang lahir pada 21 April 1879 merupakan putri dari bangsawan Jawa, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Oleh sebab itu beliau berkesempatan untuk mengenyam pendidikan formal di ELS (Europese Lagere School).
Setelah lulus dari ELS, Kartini yang masih berusia 12 tahun dan sangat menggebu-gebu untuk menuntut ilmu harus gigit jari. Sebab sang ayah melarangnya untuk melanjutkan sekolah di Belanda. Di usia tersebut Kartini harus tinggal di rumah seperti gadis sebayanya hingga ada orang yang melamar untuk dijadikan istri.
Meski demikian, hal ini tidak membuatnya patah semangat. RA Kartini terus menuangkan kritik dan analisisnya yang tajam tentang berbagai permasalahan sosial melalui surat-surat yang dikirim kepada teman-temannya di Belanda. Berikut ini adalah rangkuman perjuangan RA Kartini.
ADVERTISEMENT
Kartini Mendobrak Tradisi
Mengutip buku Sejarah Nasional Indonesia V tulisan Poesponegoro dan Notosusanto (1993), RA Kartini banyak menceritakan keadaan kaum wanita di Indonesia yang secara umum masih dianggap inferior. Dalam tradisi Jawa, perempuan dianggap sebagai konco wingking, yaitu pembantu yang melayani suami untuk urusan belakang.
Yaitu di sumur (mencuci dan bersih-bersih), di dapur (memasak) dan di kasur (melayani suami). Karena hegemoni ini, lahirlah pemikiran bahwa wanita tidak perlu mendapatkan pendidikan yang tinggi.
Melansir unpak.ac.id, Kartini tidak hanya memusatkan perhatiannya pada emansipasi wanita saja. Sebab menurutnya perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh kebebasan dan persamaan hukum merupakan bagian dari gerakan sosial yang lebih luas.
RA Kartini Mendirikan Sekolah
Kartini menikah dengan Bupati Rembang R.M Joyohadiningkat pada 8 November 1903. Meski demikian, semangatnya untuk memperjuangkan emansipasi wanita tidak padam. Kartini bahkan mendapat dukungan dari suaminya.
ADVERTISEMENT
R.M Joyohadiningkat mengajak para pejabat bumiputera untuk mengumpulkan dana guna membantu pemuda pemudi pribumi untuk melanjutkan sekolah. Oleh sang suami, Kartini didukung untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Kebahagiannya bertambah ketika pada 13 September 1904, ia melahirkan seorang putra bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Namun beberapa hari kemudian, tepatnya pada 17 September 1904, Kartini mengembuskan napas terakhirnya di usia 25 tahun.
Kegigihan Kartini kemudian menginspirasi keluarga Van Deventer, tokoh Politik Etis pendiri Yayasan Kartini untuk mendirikan sekolah atas nama sang pahlawan. Pada 1912 didirikanlah Sekolah Kartini di Semarang, kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
Dari RA Kartini kita belajar bahwa perjuangan membela martabat bangsa tidak hanya ditunjukkan dengan memanggul senjata, tetapi juga dengan memberdayakan masyarakat luas melalui pendidikan.
ADVERTISEMENT
(ERA)