Profil Munir, Aktivis HAM Tanah Air yang Gugur 7 September 2004

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
7 September 2020 13:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Munir Said Thalib Foto: Wikipedia
zoom-in-whitePerbesar
Munir Said Thalib Foto: Wikipedia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanggal 7 September menjadi hari peringatan atas meninggalnya Munir Said Thalib, aktivis HAM Indonesia. Tepat 16 tahun lalu, pejuang HAM tersebut tewas dibunuh di pesawat terbang ketika hendak melanjutkan studi magisternya di Amsterdam, Belanda.
ADVERTISEMENT
Hasil otopsi menyebutkan bahwa terdapat 465 miligram racun arsenik yang tercampur dalam darah Munir. Racun tersebut diduga masuk melalui minuman Munir di dalam pesawat. Meski sudah lebih dari satu dekade, kasus pembunuhan ini belum terungkap secara tuntas hingga saat ini.
Munir Said Thalib merupakan seorang aktivis hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Pria kelahiran Malang, Jawa Timur ini menghabiskan masa kecilnya di Kota Batu. Ketika duduk bangku SD, ayah Munir meninggal dunia, sehingga dia pun harus membantu kakaknya dengan berjualan sepatu dan sandal.
Anak keenam dari tujuh bersaudara ini menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Selama berkuliah, dirinya dikenal aktif berorganisasi. Pria kelahiran 1965 tersebut pernah menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UB, anggota Forum Studi Mahasiswa, hingga anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
ADVERTISEMENT
Keterlibatan Munir dalam bidang hukum didasari oleh Bambang Sugianto, sosok demonstran yang sering mengajaknya debat. Kemudian, dirinya juga semakin tertarik menekuni dunia hukum setelah membaca buku tentang perjuangan nasib buruh.
Pada 1990, dia memulai kariernya sebagai Ketua LBH Surabaya Pos Malang. Kemudian, ia pun menjabat sebagai Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya, Direktur LBH Semarang, hingga Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI.
Munir Said Thalib (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Pada 1996, Munir menikah dengan seorang wanita bernama Suciwati. Awalnya, hubungan keduanya sulit mendapat pesertujuan dari keluarga. Sebab, Munir merupakan keturunan Arab, sementara Suciwati berdarah asli Jawa. Meski begitu, keduanya tetap berjuang hingga mendapatkan restu.
Di tahun yang sama, Munir dan Suciwati mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Lalu, ia juga membangun Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia.
ADVERTISEMENT
Semasa hidupnya, Munir sudah menangani sejumlah kasus HAM. Di antaranya kasus Araujo, Marsinah, Penasehat hukum Muhadi, hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa pada 1997 serta 1998, hingga penembakan mahasiswa dalam Tragedi Semanggi.
Keberanian Munir dalam memperjuangkan HAM meresahkan sejumlah pihak. Dia pun menjadi incaran beberapa pihak di masa Orde Baru. Hal ini terbukti dari ancaman pembunuhan yang sering didapatnya.
Pada 7 September 2004, Munir meninggal dunia dalam perjalanan menuju ke Amsterdam, Belanda. Dikutip dari kumparanNEWS, Netherland Forensic Intitute menemukan 465 miligram arsenik yang tercampur dalam darah Munir.
Sebelum meninggal, Munir beberapa kali mengeluh sakit perut, diare akut, hingga muntah-muntah. Kala itu, seorang dokter dalam pesawat pun sempat mencoba menolong Munir. Sayangnya, aktivis tersebut menghembuskan napas terakhirnya dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.
ADVERTISEMENT
Kini, setelah 16 tahun berlalu, kasus pembunuhan Munir belum menemukan titik terang. Meski begitu, Suciwati dan sejumlah aktivis HAM tak kunjung lelah memperjuangkan kasus tersebut. Mereka terus menuntut pemerintah untuk mengungkap sosok pembunuh Munir.
(GTT)